Dalam kegiatan ngaji
bersama tiba-tiba di sodorkan kepada saya sebuah buku saku, yang berjudul “Yasinan”
karangan Yazid Bin Abdul Qadir Jawwas yang diterbitkan oleh Pustaka Abdullah Jakarta, setelah saya baca
dan pelajari isinya, ada sebagian permasalahan yang ingin saya tanggapi terlebih
dahulu yaitu halaman 53 ketika sang penulis buku memaparkan : Membaca al Qur’an dipemakaman menyalahi
Sunnah Rasulullah Sollallahu Alaihi Wasallam, karena Rasulullah Sollallahu Alaihi
Wasallam menyuruh kita membaca al Qur’an di rumah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ
مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ
الْبَقَرَةِ
Artinya : “dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian
jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya syetan itu akan lari
dari rumah yang diibacakan di dalamnya surat Al Baqarah.” (HR. Muslim, At (no.780), Ahmad (II/284,337,388) dan At Tirmidzi
(no.2877) serta ia mensahihkannya.
Hadis ini jelas sekali menerangkan
bahwa pemakaman menurut syariat Islam bukanlah tempat untuk membaca al Qur’an,
melainkan tempatnya dirumah. Syariat Islam melarang keras menjadikan rumah
seperti kuburan, kita di anjurkan membaca al Qur’an dan shalat-shalat sunnah
dirumah.
Jumhur ulama salaf seperti Imam
abu Hanifah, Imam Malik melarang membaca al Qur’an di pemakaman.
Untuk menanggapi pendapat di atas,
maka akan kami kemukakan beberapa hadis yang mengiringi hadis di atas di dalam
sahih muslim :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا مِنْ صَلَاتِكُمْ فِي بُيُوتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
Artinya : “Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari
Ubaidullah ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jadikanlah sebagian
shalat kalian (dilakukan) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian
menjadikannya sebagai kuburan."
و حَدَّثَنَا ابْنُ
الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
Artinya : “Dan Telah menceritakan
kepada kami Ibnul Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab telah
mengabarkan kepada kami Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Shalatlah di rumah-rumah kalian, dan
janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan."
و حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ
عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ فِي مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ
نَصِيبًا مِنْ صَلَاتِهِ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلَاتِهِ خَيْرًا
Artinya : “Dan Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir
ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah
seorang dari kalian telah menunaikan shalat di Masjidnya, hendaknya ia
menyisakan sebagian shalatnya untuk (dikerjakan) di rumahnya, karena dari
shalatnya itu, Allah akan menjadikan kebaikan di dalam rumahnya."
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ الْأَشْعَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا حَدَّثَنَا
أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ
اللَّهُ فِيهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لَا يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Artinya : “Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Barrad Al Asy'ari dan Muhammad bin Al 'Ala` keduanya
berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah
dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Perumpamaan rumah yang di dalamnya selalu disebut nama Allah Ta'ala
dengan rumah yang di dalamnya tidak pernah disebut nama Allah adalah
sebagaimana orang hidup dan orang mati."
Mencermati pemahaman tentang hadis
di atas kita perlu untuk mengutip para ulama ahli hadis terkemuka, Imam An
nawawi dalam syarah Muslimnya menjelaskan :
)بَاب
" اِسْتِحْبَاب صَلَاة النَّافِلَة فِي بَيْته وَجَوَازهَا فِي الْمَسْجِد "وَسَوَاء فِي هَذَا
الرَّاتِبَة وَغَيْرهَا إِلَّا الشَّعَائِر الظَّاهِرَة وَهِيَ الْعِيد
وَالْكُسُوف وَالِاسْتِسْقَاء وَالتَّرَاوِيح وَكَذَا مَا لَا يَتَأَتَّى فِي
غَيْر الْمَسْجِد كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِد وَيُنْدَب كَوْنه فِي الْمَسْجِد هِيَ
رَكْعَتَا الطَّوَاف(
قَوْله صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( اِجْعَلُوا مِنْ صَلَاتكُمْ فِي بُيُوتكُمْ وَلَا
تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا ) مَعْنَاهُ : صَلُّوا فِيهَا وَلَا تَجْعَلُوهَا كَالْقُبُورِ
مَهْجُورَة مِنْ الصَّلَاة ، وَالْمُرَاد لَهُ صَلَاة النَّافِلَة ، أَيْ :
صَلُّوا النَّوَافِل فِي بُيُوتكُمْ . وَقَالَ الْقَاضِي عِيَاض : قِيلَ هَذَا فِي
الْفَرِيضَة ، وَمَعْنَاهُ : اِجْعَلُوا بَعْض فَرَائِضكُمْ فِي بُيُوتكُمْ
لِيَقْتَدِيَ بِكُمْ مَنْ لَا يَخْرُج إِلَى الْمَسْجِد مِنْ نِسْوَة وَعَبِيد
وَمَرِيض وَنَحْوهمْ ، قَالَ : وَقَالَ الْجُمْهُور بَلْ هُوَ فِي النَّافِلَة
لِإِخْفَائِهَا وَلِلْحَدِيثِ الْآخَر : ( أَفْضَل الصَّلَاة صَلَاة الْمَرْء فِي
بَيْته إِلَّا الْمَكْتُوبَة ) قُلْت : الصَّوَاب أَنَّ الْمُرَاد النَّافِلَة ،
وَجَمِيع أَحَادِيث الْبَاب تَقْتَضِيه ، وَلَا يَجُوزُ حَمْله عَلَى الْفَرِيضَة
وَإِنَّمَا حَثَّ عَلَى النَّافِلَة فِي الْبَيْت لِكَوْنِهِ أَخْفَى وَأَبْعَدَ
مِنْ الرِّيَاء ، وَأَصْوَنُ مِنْ الْمُحْبِطَات ، وَلِيَتَبَرَّك الْبَيْت
بِذَلِكَ وَتَنْزِل فِيهِ الرَّحْمَة وَالْمَلَائِكَة وَيَنْفِر مِنْهُ
الشَّيْطَان ، كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيث الْآخَر ، وَهُوَ مَعْنَى قَوْله صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرِّوَايَة الْأُخْرَى : ( فَإِنَّ اللَّه جَاعِل
فِي بَيْته مِنْ صَلَاته خَيْرًا ) .
قَوْله : ( بُرَيْد
عَنْ أَبِي بُرْدَة ) قَدْ سَبَقَ مَرَّات أَنَّ بُرَيْدًا بِضَمِّ الْمُوَحَّدَة .
قَوْله صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَثَل الْبَيْت الَّذِي يُذْكَر اللَّه فِيهِ
وَالْبَيْت الَّذِي لَا يُذْكَر اللَّه فِيهِ مَثَل الْحَيّ وَالْمَيِّت ) فِيهِ
: النَّدْب إِلَى ذِكْر اللَّه تَعَالَى فِي الْبَيْت ، وَأَنَّهُ لَا يُخْلَى
مِنْ الذِّكْر ، وَفِيهِ : جَوَاز التَّمْثِيل . وَفِيهِ : أَنَّ طُول الْعُمْر
فِي الطَّاعَة فَضِيلَة ، وَإِنْ كَانَ الْمَيِّت يَنْتَقِل إِلَى خَيْر ، لِأَنَّ
الْحَيّ يَلْتَحِقُ بِهِ وَيَزِيد عَلَيْهِ بِمَا يَفْعَلهُ مِنْ الطَّاعَات .
قَوْله صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( سُورَة الْبَقَرَة )
دَلِيل عَلَى جَوَازه بِلَا كَرَاهَة . وَأَمَّا مَنْ كَرِهَ قَوْل
سُورَة الْبَقَرَة وَنَحْوهَا فَغَالِطٌ . وَسَبَقَتْ الْمَسْأَلَة وَسَنُعِيدُهَا
قَرِيبًا - إِنْ شَاءَ اللَّه تَعَالَى - فِي أَبْوَاب فَضَائِل الْقُرْآن .
قَوْله صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ الشَّيْطَان يَنْفِر مِنْ الْبَيْت ) هَكَذَا
ضَبَطَهُ الْجُمْهُور ( يَنْفِر ) وَرَوَاهُ بَعْض رُوَاة مُسْلِم ( يَفِرّ )
وَكِلَاهُمَا صَحِيح .
(Syarah Sahih Muslim Imam An Nawawi, Halaman326-327)
Dalam menjelaskan hadis di atas
yang berkaitan dengan pengertian hadis "Janganlah kalian
jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan,” Imam An Nawawi sebagai pakar Hadis
dan Juga Ahli Hukum Islam yang memiliki kompetensi untuk langsung menggali
hukum dari As Sunnah tidak pernah menyinggung adanya larangan membaca Al Qur’an
dikuburan, namun yang dimaksud adalah anjuran menjadikan rumah menjadi tempat
shalat dan membaca Al Qur’an. Dan dilarang dijadikan seperti kuburan karena kuburan
jarang digunakan untuk shalat dan baca Qur’an. Namun bukan berarti membaca Al
Qur’an dikuburan dilarang.
Al Imam Al hafidz Ibnu Abdirrohim
al Mubarokfuri menjelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi :
قَوْلُهُ : ( لَا
تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ )
أَيْ خَالِيَةً
عَنْ الذِّكْرِ وَالطَّاعَةِ فَتَكُونُ كَالْمَقَابِرِ وَتَكُونُونَ كَالْمَوْتَى
، فِيهَا أَوْ مَعْنَاهُ لَا تَدْفِنُوا مَوْتَاكُمْ فِيهَا ، وَيَدُلُّ عَلَى
الْمَعْنَى الْأَوَّلِ قَوْلُهُ ( وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي تُقْرَأُ الْبَقَرَةُ
فِيهِ لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ ) وَفِي رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : " إِنَّ
الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
" وَفِي حَدِيثِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عِنْدَ اِبْنِ حِبَّانَ " مَنْ
قَرَأَهَا " يَعْنِيَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ " لَيْلًا لَمْ يَدْخُلْ
الشَّيْطَانُ بَيْتَهُ ثَلَاثَ لَيَالٍ وَمِنْ قَرَأَهَا نَهَارًا لَمْ يَدْخُلْ
الشَّيْطَانُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ " ، وَخَصَّ سُورَةَ الْبَقَرَةِ بِذَلِكَ
لِطُولِهَا وَكَثْرَةِ أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى وَالْأَحْكَامِ فِيهَا ، وَقَدْ
قِيلَ فِيهَا أَلْفُ أَمْرٍ وَأَلْفُ نَهْيٍ وَأَلْفُ حُكْمٍ وَأَلْفُ خَبَرٍ
كَذَا فِي الْمِرْقَاةِ .
قَوْلُهُ : ( هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )
وَأَخْرَجَهُ
أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ .
Dalam Tuhfatul Ahwaji ketika
menjelaskan hadis di atas Imam Al Mubarok Furi juga tidak pernah menyinggung
tentang pelarangan membaca Al Qur’an di Kuburan namun yang dilarang adalah
menjadikan rumah seperti kuburan yaitu sepi dari dzikir dan Tho’at sehingga
seperti kuburan dan kalian menjadi seperti orang mati.
Kalau saya analisa ternyata memang
hadis ini banyak digunakan oleh orang yang semisal Yazid Bin Abdul Qadir Jawwas untuk
dalil pelarangan membaca Al Qur’an dikuburan, padahal penempatan hadis ini
untuk dalil pelarangan atau pengharaman membaca Al Qur’an dikuburan adalah tidak
tepat dan terkesan dipaksakan serta ada unsur pemelintiran dalil. Begitu pula
ketika menampilkan pendapat para Ulama hanya dikemukakan pendapat Ulama yang
melarang membaca Al Qur’an di Kuburan.
Berkenaan membaca Al Qur’an di
Kuburan para Ulama yang banyak menjelaskan kebolehan membaca Al Qur’an
dikuburan adalah :
1.
Imam An Nawawi dalam Riyadus Salihin menjelaskan :
“ Al Syafi’I berkata : Disunnahkan dibacakan Al
Qur’an disisi kuburannya. Dan apabla dikhatamkan al Qur’an di sisi kuburannya,
maka menjadi lebih baik.” ( Riyadus Salihin, Dar Al Ilmi. Halaman. 415)
2.
Imam An Nawawi di dalam Kitab Al Majmu’ Syarah Al Muhazdzdab
menjelaskan :
قال أصحابنا رحمهم
الله ويستحب للزائر ان يسلم علي المقابر ويدعو لمن يزوره ولجميع أهل المقبرة
والافضل أن يكون السلام والدعاء بما ثبت في الحديث ويستحب إن يقرأ من القرآن ما
تيسر ويدعو لهم عقبها نص عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب ……
“Sahabat –sahabatku (murid-murid al Syafi’i) berkata (semoga Allah
merahmati mereka) dan disunahkan bagi peziarah untuk memberi salam kepada
(orang-orang )Kuburan dan mendoakan
orang yang yang diziarahi dan kepada semua ahli kuburan. Yang paling afdhal
dalam memberi salam dan berdo’a berdasarkn apa yang sudah ditetapkan di dalam
Al hadis. Disunahkan (dalam salah satu cetakan ada redaksi “LIZAIRILKUBUR”
TAPI DALAM MAKTABAH SAMILAH ATAU CETAKAN DKI TAHUN 2007 TIDAK DITEMUKAN ) bagi
orang yang berziarah kubur untuk membaca Al Qur’an sebisanya dan berdoa untuk
mereka sesudahnya, hal itu telah ditetapkan oleh al Sayfi’I RA dan disepakati
oleh murid-muridnya.( Dalam redaksi yang lain ada tambahan ….wain khotamul
Qur’ana ‘ala al Qabri kana afdhalu.” Namun dalam cetakan DKI tidak ditemukan.
“..artinya : dan apabila mereka mengkhatamkan Al Qur’an di atas kuburannya,
maka lebih utama” ) (Al Majmu’ Syarah Al muhadzdzab, An Nawawi,Juz 6, DKI,
Hal.320)
3.
Ibnu Qudamah, dalam Al Mugni, Juz 2 halaman 423)
4.
Ibnul Qoyyim Al Zaujiyah dalam Ar ruh :
وقد ذكر عن جماعة
من السلف أنهم أوصوا أن يقرأ عند قبورهم وقت الدفن قال عبد الحق يروى أن عبد الله
بن عمر أمر أن يقرأ عند قبره سورة البقرة وممن رأى ذلك المعلى بن عبد الرحمن وكان
الامام أحمد ينكر ذلك أولا حيث لم يبلغه فيه أثر ثم رجع عن ذلك
وقال الخلال في الجامع كتاب القراءة عند القبور
اخبرنا العباس بن محمد الدورى حدثنا يحيى بن معين حدثنا مبشر الحلبى حدثني عبد
الرحمن بن العلاء بن اللجلاج عن أبيه قال قال أبى إذا أنامت فضعنى في اللحد وقل
بسم الله وعلى سنة رسول الله وسن على التراب سنا واقرأ عند رأسى بفاتحة البقرة
فإنى سمعت عبد الله بن عمر يقول ذلك قال عباس الدورى سألت أحمد بن حنبل قلت تحفظ
في القراءة على القبر شيئا فقال لا وسألت يحيى ابن معين فحدثنى بهذا الحديث
قال الخلال وأخبرني الحسن بن أحمد الوراق حدثنى
على بن موسى الحداد وكان صدوقا قال كنت مع أحمد بن حنبل ومحمد بن قدامة لجوهرى في
جنازة فلما دفن الميت جلس رجل ضرير يقرأ عند القبر فقال له أحمد يا هذا إن
القراءة عند القبر بدعة فلما خرجنا من المقابر قال محمد بن قدامة لأحمد بن
حنبل يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر الحلبي قال ثقة قال كتبت عنه شيئا قال
نعم فأخبرني مبشر عن عبد الرحمن بن العلاء اللجلاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن
يقرأ عند رأسه بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك فقال له
أحمد فارجع وقل للرجل يقرأ
وقال الحسن بن الصباح الزعفراني سألت الشافعي عن القراءة عند القبر
فقال لا بأس بها وذكر الخلال عن الشعبي قال كانت الأنصار إذا مات لهم الميت
اختلفوا إلى قبره يقرءون عنده القرآن
Dalam riwayat di atas Imam Ahmad bin Hambal menarik pendapatnya setelah mengatakan bahwa bacaan Al Qur’an di kuburan adalah bid’ah, setelah dijelaskan ada riwayat yang menjelaskan bahwa Ibnu Umar RA, berwasiat akan hal itu, lalu Imam Ahmad meminta untuk meralat dan mempersilahkan untuk membaca al Qur’an di kuburan. (Ibnu Al Qoyyim dalam Ar Ruh )
5.
Imam al ‘Allamah Shodruddien ali Bin Ali bin Muhammad bin
Abi Al ‘Izzi Al Hanafi menjelaskan :
واختلف العلماء في
قراءة القرآن عند القبور على ثلاثة أقوال : هل تكره أم لا بأس بها وقت الدفن وتكره
بعده ؟ فمن قال بكراهتها كأبي حنيفة و مالك و أحمد في رواية - قالوا : لأنه
محدث لم ترد به السنة والقراءة تشبه الصلاة والصلاة عند القبور منهي عنها فكذلك القراءة
ومن قال : لا بأس بها كمحمد بن الحسن و أحمد في رواية - استدلوا بما نقل عن ابن عمر
رضي الله عنه : أنه أوصى أن يقرأ على قبره وقت الدفن بفواتح سورة البقرة وخواتمها ونقل
أيضا عن بعض المهاجرين قراءة سورة البقرة ومن قال : لا بأس بها وقت الدفن فقط وهو رواية
عن أحمد - أخذ بما نقل عن عمر وبعض المهاجرين وأما بعد ذلك كالذين يتناوبون القبر للقراءة
عنده - فهذا مكروه فإنه لم تأت به السنة ولم ينقل عن أحد من السلف مثل ذلك أصلا وهذا
القول لعله أقوى من غيره لما فيه من التوفيق بين الدليلين
Secara singkat ada tiga pendapat para
ulama tentang membaca al qur’an dikuburan. Pertama, Memakruhkan, Kedua : Tidak
apa2 ketika waktu dikuburkannya mayyit, Ketiga : makruh sesudah di kuburkan
mayyit.
Berdasarkan penjelasan Imam
al izzi di atas memang ada pendapat dari Abu Hanifah, Malik dan salah satu
riwayat Imam Ahmad yang hanya sampai tingkat memakruhkan membaca al Qur’an
di kuburan Namun Tidak sampai mengharamkan.(
Maktabah Dar At Turas Kairo Halaman 389)
6.
Termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, dalam Ahkam Tamanil Maut,
hal.75 juga membolehkan membaca al Qur’an dikuburan.
PADA DASARNYA MEMBACA AL QUR’AN DIMANAPUN DAN KAPANPUN SELAMA TIDAK
ADA LARANGAN YANG JELAS DALAM SYARIAT ADALAH DIANJURKAN ARTINYA MEMBACA AL QUR’AN
DIKUBURAN MERUPAKAN MASALAH KHILAFIYAH, SEHINGGA SIAPAPUN YANG MENGAMALKAN DAN
MENGIKUTI SALAH SATU DARI DUA ATAU LEBIH PENDAPAT DI ATAS DIPERBOLEHKAN DAN
BUKAN MERUPAKAN PERKARA YANG SAMPAI DIHARAMKAN APALAGI DIBID’AHKAN. Demikian Wallahua’lam.
Oleh : محمد مؤلف
4 komentar:
http://pesantrenonlinenusantara.blogspot.com/2012/01/tidak-sesuai-dengan-pemahaman-ahli.html
6. Termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, dalam Ahkam Tamanil Maut, hal.75 juga membolehkan membaca al Qur’an dikuburan.
http://www.ustadzfarid.com/2011/06/membaca-yasin-untuk-orang-yang.html
5. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimi Rahimahullah
Beliaulah yang disebut sebagai perintis gerakan Wahabi, walau beliau tidak pernah mengatakan hal itu dan tidak pernah meniatkan adanya gerakan atau faham Wahabi. Syaikh Shalih Fauzan Hafizhahullah mengutip darinya, sebagai berikut:
إن القراءة عند القبور، وحمل المصاحف إلى المقبور كما يفعله بعض الناس يجلسون سبعة أيام ويسمونها الشدة، وكذلك اجتماع الناس عند أهل الميت سبعة أيام ويقرءون فاتحة الكتاب، ويرفعون أيديهم بالدعاء للميت فكل هذا من البدع والمنكرات المحدثة التي يجب إزالتها، والحديث المروي في قراءة سورة يس في المقبرة لم يعز إلى شيء من كتب الحديث المعروفة، والظاهر عدم صحته، انتهى .
“ Sesungguhnya membaca dan membawa Al Quran di kubur sebagaimana yang dilakukan sebagian manusia hari ini, mereka duduk selama tujuh hari dan menamakan itu sebagai kesungguhan, begitu pula berkumpul di rumah keluarga si mayit selama tujuh hari membaca Al Fatihah, dan mengangkat tangan untuk berdoa untuk si mayit, maka semua ini adalah bid’ah munkar yang diada-adakan, dan harus dihilangkan. Ada pun periwayatan hadits tentang membaca Yasin di kuburan tidak ada yang kuat satu pun di antara kitab-kitab hadits yang terkenal, secara zhahir menunjukkan itu tidaklah shahih.” (Syaikh Shalih Fauzan, Al Bayan Li Akhtha’i Ba’dhil Kitab, Hal. 171. Mawqi’ Ruh Al Islam)
MOHON DILURUSKAN -KITAB MANA YANG HARUS JADI ACUAN.= JANGAN MENDUA = WASSALAM.
menghukumi bahwa suatu amalan adalah bid'ah atau sunnah adalah bukan kompetensi orang awam, itu adalah kompetensi para ulama yang memiliki kualifikasi sebagai mujtahid, sehingga ummat tenang dan mantap mengikuti pendapatnya. sesuatu yang tidak ditemukan dalam nash AL QUR'AN MAUPUN AS SUNNAH itu adalah wilayah ijtihadi, disitu para ulama banyak berbeda pendapat dan perbedaan pendapat dalam masalah2 ijtihadi adalah sah dan dibenarkan, silahkan anda mengambil dan mengikuti salah satunya atau kalau memilki kemampuan mentarjihnya, namun tidak perlu memasakan suatu pendapat manusia kepada orang lain dengan menyalahkan salah satu pendapat, apalagi menganggapnya sesat.
pendapat yang dikutip dari(Syaikh Shalih Fauzan, Al Bayan Li Akhtha’i Ba’dhil Kitab, Hal. 171. Mawqi’ Ruh Al Islam)
".....Bahwa itu adalah bid'ah munkarat ....yang harus dihilangkan"
merupakan pendapat beliau sendiri dan orang2 yang sependapat dengannya namun pendapat itu tidak mewakili seluruh pendapat Ummat Islam.
kalau ulama-ulama yang lebih terdahulu dan lebih mu'tamad untuk dikuti pendapatnya justru memperbolehkan, maka itulah sikap yang wasataon dan adil.
justru menganggap sebagai bidah munkarat yang harus dihilangkan merupakan pendapat yang muncul kemudian,
karena ulama-ulama terdahulu yang tidak membolehkan saja tidak sampai mengharamkan namun hanya memakruhkan
Posting Komentar