Setelah melihat ada
imam shalat yang membaca surat Al Ikhlas, Al falaq dan An Nas setelahnya
membaca takbir dan tahlil lalu teman saya menanyakan tentang pendapat saya, bagaimana
hukumnya setelah membaca surat-surat Al Ikhlas, Al Falaq
dan An Nas didalam shalat membaca takbir “لا إله إلا الله والله أكبر” ? Kalau yang biasa
dijumpai dimasyarakat adalah ketika membacanya diluar shalat yaitu ketika
khataman Al quran atau yang lainnya.
Jawaban : ada beberapa
rujukan para ulama yang membahas masalah ini.
Didalam tafsir Jalalain karya Imam Al Mahalli dan As Suyuthi dan juga tafsir As Sirajul Munir karya Muhammad As Sarbini Al Khotib dalam menafsirkan surat Ad Dhuha beliau menyebutkan :
Didalam tafsir Jalalain karya Imam Al Mahalli dan As Suyuthi dan juga tafsir As Sirajul Munir karya Muhammad As Sarbini Al Khotib dalam menafsirkan surat Ad Dhuha beliau menyebutkan :
ولما نزلت كبر صلى الله عليه و سلم آخرها فسن التكبير آخرها وروي الأمر به خاتمتها
وخاتمة كل سورة بعدها وهو الله أكبر أو : لا إله إلا الله والله أكبر) تفسير الجلالين - (ج 1 / ص 811)
المؤلف : المحلي والسيوطي & تفسير السراج المنير - (ج 1 / ص 5210) المؤلف : محمد الشربيني الخطيب(
“ketika surat Ad Dhuha diturunkan Maka Rasulullah SAW
membaca Takbir pada akhir surat Dhuha, oleh karenanya disunahkan membaca takbir
pada akhir surat Ad Dhuha dan diriwayatkan ada perintah untuk membaca takbir
pada akhir surat ad Dhuha dan surat-surat setelah Ad Dhuha yaitu lafadz “
Allahu Akbar” atau “Laailahaillallah Wallohu Akbar”. (Tafsir
Jalalain juz 1 halaman 811 dan tafsir As Sirajul Munir Juz 1 halaman 5210)
Kemudian Imam Ibnu Katsir menyebutkan riwayat :
روينا
من طريق أبي الحسن أحمد بن محمد بن عبد الله بن أبي بَزةَ المقرئ قال: قرأت على عكرمة
بن سليمان، وأخبرني أنه قرأ على إسماعيل بن قسطنطين وشبل بن عبَّاد، فلما بلغت
" وَالضُّحَى " قالا لي: كَبر حتى تختم مع خاتمة كل سورة، فإنا قرأنا على
ابن كثير فأمرنا بذلك. وأخبرنا أنه قرأ على مجاهد فأمره بذلك. وأخبره مجاهد أنه قرأ
على ابن عباس فأمره بذلك، وأخبره ابن عباس أنه قرأ على أبي بن كعب فأمره بذلك، وأخبره
أبي أنه قرأ على رسول الله صلى الله عليه وسلم فأمره بذلك* ) تفسير ابن كثير - (ج 8 / ص 423) ) ورواه الحافظ الذهبي في ميزان الاعتدال
(1/145) ثم قال: "هذا حديث غريب، وهو مما أنكر على البزي، قال أبو حاتم: هذا منكر".(
ini adalah sunah yang
diriwayatkan sendirian oleh Abu Al Hasan Ahmad bin Muhammad Bin Abdullah Al Bazzi,
salah satu putra Al Qasim bin Abi Bazzah dan beliau adalah Imam dalam Qiraat.
Adapun didalam riwayat hadis Al Bazzi benar-benar telah
dilemahkan oleh Abu Hatim Ar Razi dan beliau berkata saya tidak meriwayatkan
hadis darinya. Begitu pula Abu Ja’far Al Uqaili beliau berkata : dia adalah
munkar hadisnya. Akan tetapi Syaikh Syihabuddin Abu Syamah menceritakan didalam
syarah As Syatibiyah dari Imam As Syafii bahwa beliau mendengar
seseorang membaca takbir dengan takbir ini (maksudnya takbir setelah membaca
surat Ad Dhuha dan sesudahnya) di dalam shalat maka beliau berkata kepadanya “Engkau
telah berbuat baik dan melakukan sunah”, Hal ini menghendaki sahihnya hadis
tentang ini.
Kemudian
para Ulama Ahli Qiraat berbeda pendapat didalam tempat dan tatacara takbir,
sebagian mengatakan bertakbir dari akhir surat “ Wallaili idza Yaghsya”
dan yang lain mengatakan bertakbir dari akhir surat Ad Dhuha. Tatacara Takbir
menurut sebagian ulama adalah mengucapkan “ Allohu Akbar” dan memendekkan. Dan
sebagian mengatakan
“ الله أكبر، لا إله إلا الله والله أكبر”
Al
Farra’ menyebutkan didalam munasabah ta kbir dari surat Ad Dhuha “Bahwa ketika
wahyu terlambat datang kepada Rasulullah SAW dan terputus pada masa itu
kemudian datang Malaikat lelu menyampaikan wahyu
" وَالضُّحَى
وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى " surat Ad Dhuha sampai sempurnanya maka
Rasulullah SAW bertakbir karena bahagia dan gembira. Dan hal ini tidak
diriwayatkan dengan sanad yang dihukumi sahih dan tidak dihukumi lemah. Allah yang
lebih mengetahui.
Didalam Tafsir As Sowi
disebutkan bahwa lafadz lafadznya adalah “ Laailahaillallah” ini adalah
naskah yang benar, didalam sebagian naskah disebutkan “ walaailahaillalah”
dengan menggunakan wawu dengan makna atau, dan ada riwayat yang ketiga yaitu
menggabungkan antara membaca tahlil, takbir dan tahmid dan itulah yang
diamalkan (Tafsir As Sowi Juz 4 halaman 326).
Di
Dalam Majmu’atul Fatawa Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang jamaah yang
berkumpul didalam khataman Al Quran dan mereka membaca dengan bacaan Imam Ashim
dan Abu Amr dan ketika mereka sampai surat Ad Dhuha mereka tidak membaca tahlil
dan takbir sampai akhir khataman, maka perbuatan mereka yang melakukan hal itu
lebih utama atau tidak dan pakah hadis yang menjelaskan tentang tahlil dan
takbir adalah hadis sahih mutawatir atau tidak ?
Jawaban
beliau : Alhamdulillah benar, apabila mereka membaca bukan dengan qiraat Ibnu
Katsir maka meninggalkan bacaan takbir dan tahlil adalah lebih utama bahkan
yang disyariatkan dan disunahkan. Maka sesungguhnya bahwa mereka para Imam ahli
Qiraat tidaklah membaca takbir baik pada awal surat dan tidak pula pada akhir
surat.
Jika
boleh bagi orang yang mengatakan bahwa Ibnu Katsir menukil takbir ini dari
Rasulullah SAW maka boleh juga bagi yang lain mengatakan bahwa mereka para imam
Qiraat yang lain juga menukil dari Rasulullah SAW tidak membaca Takbir. Karena
sebagian dari yang dilarang adalah bacaan mayoritas ulama qiraat yang menukil lebih
banyak dari qiraah Ibnu Katsir mereka benar-benar menyia-nyiakan perintah
Rasulullah SAW, karena bagi yang Ahli mutawatir
tidak diperbolehkan menyimpan sesuatu yang sudah sangat penting dan harus
disampaikan periwayatannya.
Barangiapa
yang membolehkan atas para ulama Ahli Qiraat bahwa Rasulullah SAW membacakan
kepada mereka bacaan takbir tambahan lalu mereka mendurhakai perintah
Rasulullah SAW dan mereka meninggalkan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW
maka orang tersebut berhak untuk diberikan hukuman yang berat yang bisa
mencegahnya dan orang-orang yang semisalnya untuk melakukan hal itu.
Lebih
berat lagi adalah tentang basmalah, sebagian ahli qiraat mereka memisahkan
basmalah dan sebagian lagi mereka tidak memisahkan basmalah dan basmalah
tertulis didalam mushaf-mushaf, kemudian orang-orang yang membaca dengan qiraat
imam yang tanpa basmalah mereka tidak membaca basmalah oleh karena itu mereka
tidak diingkari oleh saudara-saudara mereka para ahli qiraat yang membaca
basmalah, maka bagaimana mungkin akan diingkari tidak membaca takbir atas orang yang membaca dengan qiraat
mayoritas ulama dan kalimat takbir tidak tertulis di dalam mushaf-mushaf dan
tidak termasuk didalam Al Qur’an dengan berdasarkan kesepakatan umat Islam.
Siapa yang menyangka bahwa takbir adalah bagian dari Al Qur’an maka dia harus di
minta untuk bertaubat jika tidak mau maka harus dihukum Mati. (Majmu’atul Fatawa Juz 13
halaman 418).
وأخرج الحاكم وصححه وابن مردويه والبيهقي في شعب الإِيمان من طريق أبي الحسن
البزي المقري قال : سمعت عكرمة بن سليمان يقول : قرأت على اسماعيل بن
قسطنطين ، فلما بلغت { والضحى } قال : كبر عند خاتمة كل سورة حتى تختم فإني قرأت على
عبد الله بن كثير ، فلما بلغت { والضحى } قال : كبر حتى تختم وأخبره عبد الله بن كثير
أنه قرأ على مجاهد فأمره بذلك ، وأخبره مجاهد أن ابن عباس رضي الله عنهما أمره بذلك
، وأخبره ابن عباس أن أبيّ بن كعب أمره بذلك ، وأخبره أن النبي صلى الله عليه وسلم
أخبره بذلك .) الدر المنثور - (ج 10 / ص 283)
Kesimpulan
: Jadi masalah membaca Takbir dan Tahlil setelah selesai membaca surat Ad Dhuha
dan surat-surat setelahnya termasuk surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas baik
diluar shalat maupun didalam shalat adalah berdasarkan salah satu riwayat Imam
Qiraat yaitu Ibnu Katsir, kalau ditinjau dari segi riwayat hadis tidak ada yang
kuat kecuali menurut
Imam Al Hakim beliau mensahihkan riwayatnya,
namun masalah qiraat adalah berdasarkan riwayat dari para Imam Qiraat yang
kadang riwayat hadis-hadispun tidak merekam secara lengkap. Namun jika kita dan
mayoritas masyarakat Indonesia termasuk yang membaca Al Qur’an dengan riwayat
Imam Asim riwayat Hafs maka tidak membaca Takbir. Namun itu juga tidak ada
larangan jika ingin membaca Takbir dan tahlil. Allah yang lebih tahu tentang
kebenaran. wallohu a’lam bissowab.
Alip-Bogor-
16/11/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar