Salah satu sifat manusia adalah hubbul
jah atau mencintai jabatan, pangkat dan kedudukan. Hal itu merupaan
sesuatu yang rasional karena salah satu karakter pembawaan manusia adalah sebagai
khalifah dimuka bumi yang memang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada manusia.
Melihat bahwa jabatan, kekuasaan dan kedudukan merupakan sebuah
sarana yang dapat menghantarkan manusia untuk bisa memiliki, mengendalikan,
meraih semua yang dia inginkan, maka manusia saling berebut, bersaing dan
berambisi untuk bisa meraih jabatan, kekuasaan dan kedudukan itu.
Jabatan’ kedudukan dan kekuasaan adalah sesuatu yang sangat
diperlukan bagi kehidupan manusia. Di dalam Islam kekuasaan, jabatan,
kepemimpinan adalah sesuatu yang diperlukan untuk menjadi sarana tegaknya
kebaikan kehidupan umat Islam. Oleh karena itu ummat Islam tidak boleh hanya
diam dan menjadi penonton saja tetapi harus mengambil kekuasaan dan jabatan itu
untuk kepentingan umat Islam, apalagi ketika kekuasaan, jabatan itu akan di
ambil pihak lain.
Jabatan, kekuasaan dan kedudukan merupakan amanah yang sangat
berat, karena dia menuntut keahlian dan tanggungjawab yang besar yang hanya
bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang terpilih. Sehingga ketika amanah
itu ditawarkan oleh Allah, bumi dan langitpun enggan dan takut untuk mengemban amanah itu. Karena apabila suatu amanah diserahkan kepada
orang yang bukan ahlinya maka tingal menunggu kehancurnnya.
Namun kekuasaan dan jabatan akan dapat berguna dan bermanfaat untuk
kemaslahatan kehidupan manusia jika di pegang oleh orang yang memiliki keahlian
dan dan sifat amanah serta menggunakannya untuk
menciptakan keadilan dan kemasalahatan kehidupan manusia.
Lalu bagaimana seandainya orang-orang yang tidak memiliki kahlian
dan kemampuan serta sifat amanah merasa berhak untuk ikut bersaing dalam
merebut kursi yang ditawarkan, sehingga setiap ada kesempatan untuk menduduki
satu atau lebih suatu jabatan, maka tidak ada kata untuk mundur apalagi
menyerah untuk meraih kedudukan itu, dan ketika sudah duduk dalam kursi empuk
suatu jabatan iapun tidak merasa puas hanya mampu untuk menjabat satu periode
ataupun suatu level tertentu dalam suatu jabatan namun sebagai suatu usaha yang
berkesinambungan harus dipersiapkan langkah-langkah dan startegi untuk
pencalonan berikutnya sebagai pencapaian karir yang maksimal. Betapa tergiurnya
semua orang oleh fasilitas dan kenikmatan kekuasaan seandainya dia tidak sempat
memikirkan kemampuan yang sesungguhnya dalam mengemban amanah dan resiko yang
besar dalam setiap keputusan yang diambil karena menyangkut kehidupan orang
banyak serta tanggungjawab yang besar
baik dihadapan manusia maupun dihadapan mahkamah ilahi,.
Bagaimanakah sikap
kita yang terbaik dan apakah kita akan tertipu dengan menjadi manusia yang
seperti itu atau kita terjebak dengan memilih dan mendukung manusia yang
demikian? . Maka kita sebagai umat Islam perlu belajar dari Rasulullah SAW . tentang
karakter pengemban amanah.
TIDAK MEMINTA JABATAN DAN MEMILIH MENINGGALKAN KEKUASAAN APABILA
TIDAK DIPILIH DAN MELEPASKAN HAJAT KEKUASAAN
Allah SWT menjelaskan :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا
لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِينَ
Artinya : “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian di atas bumi dan berbuat
kerusakan. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
(Al Qashash : 83)
Di dalam hadis diriwayatkan :
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا جَرِيرُ
بْنُ حَازِمٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ
لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ
لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى
يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي
هُوَ خَيْرٌ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah
menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim dari Al Hasan dari Abdurrahman bin
Samurah mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku:
"Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab
jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan
jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika
kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah
kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik."(HR. Bukhari)
Di dalam riwayat yang lain yaitu riwayat Yunus bin Ubaid dari Hasan
dijelaskan dengan redaksi larangan berangan-angan meraih jabatan dengan menggunakan
nun taukid tsaqilah. Ini menunjukan bahwa larangan berangan-angan meraih
jabatan lebih ditekankan dari larangan meminta jabatan (Fatul Bari, Ibnu Hajar
Al Asqalani) artinya Rasul mengajarkan kepada kita supaya menghindari sebisa
mungkin apa itu ambisi untuk meraih jabatan dan kedudukan, jangankan untuk
meminta jabatan, berangan-anganpun kita diminta untuk menghindarinya.
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ
حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ
قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا
تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ
أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ
فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِك
“Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar telah menceritakan
kepada kami 'Abdl Warits telah menceritakan kepada kami Yunus dari Al Hasan
mengatkan telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Samurah mengatakan,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai
Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi
jabatan dengan meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi
dengan tanpa meminta, maka kamu akan diotolong, dan jika kamu melakukan
suatu sumpah, lantas kau lihat selainnya lebih baik, maka lakukanlah yang lebih
baik dan bayarlah kafarat sumpahmu."(HR. Bukhari)
Orang yang meminta jabatan
dan dia dapat meraihnya maka dia
dibiarkan tidak diberi pertolongan (oleh Allah) disebabkan karena kerakusan dia
terhadap jabatannya. Dari pengertian hadis di atas dapat kita fahami bahwa
menuntut sesuatu jabatan yang berkaitan dengan peradilan termasuk kehakiman,
pengawas anggaran dan jabatan-jabatan strategis lainya, dan siapa yang memang
berambisi untuk itu maka Allah tidak akan menjamin pertolongan dalam mengemban
beratnya amanah itu, semua permasalahan akan ditanggung sendiri tanpa ada
bantuan dari Allah. karena seseorang yang tidak diberi pertolongan oleh Allah
dalam tugasnya maka dia tidak akan mampu dan sempurna dalam menyelesaikan amanah
atau tugasnya tersebut. Kita semua tahu bahwa setiap kekuasaan tidak lepas dari
kesulitan, ujian dan cobaan, maka barangsiapa yang tidak diberikan pertolongan
oleh Allah, maka ia akan berada pada posisi yang sulit dan dia akan mengalami
kerugian baik di dunia maupun di akhirat. Namun bagi siapa saja yang tidak
punya ambisi sama sekali untuk meraih jabatan, namun sebenarnya dia memiliki
kemampuan dan dia diajukan dan diangkat, maka Allah menjanjikan untuk
memberikan pertolongan. Bentuk pertolongan itu diantaranya adalah malaikat yang
diturunkan Allah untuk menolong dan menguatkannya, sebagaimana hadis yang
dikeluarkan oleh Ibnu Mundzir (Fatul Bari).
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ
بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ
فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ أُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا
عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى
حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ يُونُسَ ح و حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ
حُجْرٍ السَّعْدِيُّ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ يُونُسَ وَمَنْصُورٍ وَحُمَيْدٍ ح و
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ سِمَاكِ
بْنِ عَطِيَّةَ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ وَهِشَامِ بْنِ حَسَّانَ كُلُّهُمْ عَنْ الْحَسَنِ
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمِثْلِ حَدِيثِ جَرِيرٍ
“Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Faruh telah
menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim telah menceritakan kepada kami Al
Hasan telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Samurah dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai
Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan
karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebannya kepadamu. Namun jika
kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan."
telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami
Khalid bin 'Abdullah dari Yunus. (dalam jalur lain disebutkan) Telah
menceritakan kepadaku 'Ali bin Khujr As Sa'di telah menceritakan kepada kami
Husyaim dari Yunus dan Manshur dan Khumaid. (dalam jalur lain disebutkan) Telah
menceritakan kepada kami Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami
Hammad bin Zaid dari Simak bin 'Athiah dan Yunus bin 'Ubaid dan Hisyam bin
Hassan mereka semua dari Al Hasan dari Abdurrahman bin Sumarah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits Jarir."(HR. Muslim)
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
كِلَاهُمَا عَنْ الْمُقْرِئِ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ
الْقُرَشِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي سَالِمٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
ذَرٍّأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ
إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيفًا وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي لَا تَأَمَّرَنَّ
عَلَى اثْنَيْنِ وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ
“Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ishaq bin
Ibrahim keduanya dari Al Muqri'i, Zuhair berkata; telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Yazid telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Ayyub dari
Ubaidullah bin Abi Ja'far Al Qurasyi dari Salim bin Abu Salim Al Jaisyani dari
ayahnya dari Abu Dzar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai
Abu Dzar, sungguh saya melihatmu sangat lemah, dan saya menginginkan untukmu
seperti yang saya inginkan untuk kamu. Jangan kamu menjadi pemimpin di antara
dua orang dan jangan kamu menguasai harta anak yatim."(HR. Muslim)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ
حَدَّثَنِي أَبِي شُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنِي
يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ
الْحَضْرَمِيِّ عَنْ ابْنِ حُجَيْرَةَ الْأَكْبَرِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
“Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Syu'aib bin Laits
telah menceritakan kepadaku bapakku Syu'aib bin Laits telah menceritakan
kepadaku Laits bin Sa'ad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abu Habib dari
Bakr bin 'Amru dari Al Harits bin Yazid Al Hadhrami dari Ibnu Hujairah Al Akbar
dari Abu Dzar dia berkata, saya berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah
anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?" Abu Dzar berkata,
"Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda:
"Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan
merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali
bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar."(HR.
Muslim)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى
الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ
الْفَاطِمَةُ وَقَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حُمْرَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَوْلَهُ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "kalian akan
rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari
kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan."
Muhamad bin Basyar berkata; telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Humran
telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari Sa'id Al Maqburi
dari Umar bin Al Hakam dari Abu Hurairah seperti diatas. (HR. Bukhari)
Rakus jabatan disini termasuk jabatan khalifah (kepala Negara) dan
jabatan-jabatan di bawahnya. Hadis di atas mengabarkan tentang prediksi nabi
tentang apa yang akan terjadi pada umatnya. Dan itu bisa kita lihat dalam
realitas kehidupan sekarang ini dimana bagaimana kebanyakan manusia saling
berebut untuk menduduki jabatan dan merasa bangga, sehingga segala cara
ditempuh walaupun dengan menyuap dan membeli dukungan untuk meraih kekuasaan.
Kekuasaan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat nanti bagi yang
tidak menggunakan kekuasaan itu dengan benar. Bahkan dalam riwayat yang lain
permulaan kekuasaan adalah kepahitan (contohnya dengan mengeluarkan dana yang
besar serta perjuangan yang tidak ringan), pertengahannya adalah penyesalan dan
akhirnya adalah siksaan dihari qiyamat. Al Imam An Nawawi mengatakan bahwa
hadis ini merupakan dasar yang agung untuk menghindari kekuasaan apalagi bagi
orang yang tidak memiliki kekuatan, termasuk orang yang tidak memiliki keahlian
dan tidak mampu untuk berbuat adil, maka dia akan mersakan penyesalan atas apa
yang menjadi kekhilafannya ketika di hisab pada hari qiamat. Namun sebaliknya
jika memang dia memiliki keahlian dan mampu untuk berbuat adil maka dia akan memperoleh
pahala yang besar pula sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat-riwayat yang
lain. Namun terjun ke dalam sebuah kekuasaan merupakan sesuatu yang sangat
membahayakan, oleh karena itu Imam-Imam Besra sangat menolak untuk menerima
tawaran sebuah jabatan. Wallau a’lam.
(Fatul Bari)
TIDAK MEMILIH PEJABAT, PENGUASA ATAU PEMIMPIN YANG MEMINTA DAN
RAKUS TERHADAP JABATAN.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو
أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ دَخَلْتُ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ قَوْمِي
فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَقَالَ الْآخَرُ مِثْلَهُ
فَقَالَ إِنَّا لَا نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ وَلَا مَنْ حَرَصَ عَلَيْهِ
Artinya :”Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala`
telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu
Musa radliallahu 'anhu mengatakan; aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersama dua orang kaumku, lantas satu diantara kedua orang itu
mengatakan; 'Jadikanlah kami pejabat ya Rasulullah? ' orang kedua juga
mengatakan yang sama. Secara spontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda; "Kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada orang yang
memintanya, tidak juga kepada orang yang ambisi terhadapnya."(HR.
Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan tentang tidak diberikannya jabatan baik
kepada yang meminta maupun tidak meminta, namun gambaran tentang rakus jabatan
adalah isyarat seseorang yang memegang jabatan, namun dikhawatirkan
tersia-tersiakan seperti seseorang yang diberi tawaran jabatan tanpa diminta
karena memang dia secara keumuman tidak memiliki ambisi. Namun terkadang ambisi
itu patut dimaafkan bagi seseorang yang memang ditentukan untuk jabatan itu
karena jabatan itu menjadi wajib atasnya. Memberikan jabatan hakim kepada Imam
adalah fardlu ‘ain dan memberikannya kepada seorang hakim adalah fardlu kifayah
jika masih ada orang lain. (Fatul Bari)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ
بْنُ الْعَلَاءِ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَمِّي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلَّاكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَقَالَ
الْآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ
أَحَدًا سَأَلَهُ وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan
Muhammad bin Ala' dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari
Buraid bin Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa dia berkata, "Saya dan
dua orang anak pamanku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, salah seorang
dari keduanya lalu berkata, "Wahai Rasulullah, angkatlah kami sebagai
pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah Azza Wa Jalla
kepadamu." Dan seorang lagi mengucapkan perkataan serupa, maka beliau
bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan
bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya."(HR. Muslim)
Para ulama mengatakan bahwa di antara hikmah kita tidak memberikan
jabatan kepada seseorang yang meminta,
karena dia sesungguhnya diserahi tanggungjawab namun tidak ada jaminan
pertolongan untuk sukses dari tugas jabatannya. Maka ketika tidak adanya
penolong sebenarnya dia bukan seorang ahli yang mampu, dan seorang yang tidak
memiliki kemampuan tidak layak untuk diberi jabatan. Dan karena di dalam jabatan sebenarnya ada sesuatu
yang busuk bagi orang yang berambisi dan rakus. (An Nawawi)
Dari penjelasan hadis –hadis di atas kita dapat mengambil pelajaran
bahwa salah satu karakter manusia yang yang tidak memiliki keahlian untuk
dijadikan pemimpin adalah manusia yang memiliki ambisi dan kerakusan terhadap
jabatan itu, tanpa didukung oleh keahlian yang diakui. Sehingga kita sendiri dilarang
untuk meminta dan berambisi sekali terhadap jabatan apalagi tanpa didukung
keahlian dan kemampuan. Mengingat tanggungjawabnya yang berat baik dihadapan
manusia maupun kelak dihadapan Allah SWT.
Sebagai pemilih, kitapun perlu selektif dalam memilih calon pemimpin
jika yang kita inginkan adalah kemaslahatan dan kebaikan yang lebih luas. Yaitu
kita tidak menjatuhkan pilihan kepada pemimpin yang kita tahu dia berambisi dan
rakus terhadap jabatan itu untuk kepentingan kekayaannya. Apalagi jika dia
adalah orang yag tidak memiliki keahlian.
Namun kita wajib untuk mengajukan, mendukung dan memperjuangkan
seorang calon pemimpin yang memiliki keahlian namun tidak memiliki kerakusan
jabatan untuk kita pilih menjadi pemimpin kita. Sehingga kita bisa
menggantungkan harapan kebaikan dan perbaikan kehidupan manusia kepada pemimpin
itu. Wallahu a’lam.
30/01/2012
Oleh : محمد مؤلف
Tidak ada komentar:
Posting Komentar