Buletin Jum’at Al Bayan, 0001/17/syawal/1437
H/15/07/2016 M
Ucapan selamat Idul Fitri
Didalam pembahasan fiqih ada istilah “Tahni’ah”
yang pengertian bahasanya adalah “Ucapan
selamat “ lawan dari kata “Ta’ziah” yang artinya pernyataan “bela
sungkawa atau berduka cita”. Ucapan selamat secara umum dianjurkan didalam
ajaran Islam karena satu makna dengan “ doa keberkahan” dan berisi doa dari
seorang muslim kepada muslim yang lain tentang sesuatu yang membahagiakan dan
menyenangkannya, dan ucapan itu mengandung ungkapan cinta, kasih sayang dan
kemesraan diantara sesama muslim. Al Quran telah
membimbing bagaimana memberikan “Tahni’ah” atau ucapan selamat kepada orang
mumin atas suatu nikmat yang diperolehnya. Allah SWT berfirman :
كُلُوا
وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“(Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah dengan enak
sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan",
) At Thur : 19)
Ucapan
selamat bisa dilakukan dengan segala bentuk ucapan yang membahagiaan atau
menyenangkan dan bisa dilakukan dalam setiap keadaan yang sesuai dengan Syariat
Allah SWT seperti ucapan selamat pada saat pernikahan, pada saat kelahiran,
pada saat Tahun baru, pada saat Bulan Baru, pada saat datang dari perjalanan,
pada saat datang dari haji dan umroh, pada saat diberikan makanan atau pada
saat bisa keluar dari kesulitan dan termasuk yang dianjurkan adalah “tahni’ah”
atau ucapan “selamat “ pada Hari Raya ‘Idul Fitri (Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah).
Ucapan
Pada saat hari Raya ‘Idul Fitri Di Indonesia.
Mayoritas
para ulama ahli fiqih menjelaskan bahwa secara umum ucapan selamat pada waktu
hari raya itu disyariatkan.
Ucapan
selamat pada saat hari raya idul fitri yang secara khusus ditentukan lafadznya adalah berdasarkan hadis-hadis
lemah yang disebutkan oleh Imam al Baihaqi di dalam Kitab Sunanul
Kubra dalam bab riwayat tentang ucapan manusia pada waktu hari raya sebagian
mereka kepada sebagaian yang lain “taqoballalohu minna waminka” (Sunanul Kubro Juz 3 halaman
319) . Namun
khobar dan asar yang lemah tadi Menurut Imam Ibnu Hajar As Asqalani jika
disatukan dapat menjadi hujjah tentang disyariatkannya tahniah atau
ucapan selamat idul fitri (Al Muasu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah Juz 14
halaman 99). Dan ada riwayat dari para sahabat, Ibnu
‘Uqail menyebutkan beberapa hadis tentang ucapan pada saat hari raya
diantaranya adalah :
أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ زِيَادٍ قَال : كُنْتُ مَعَ أَبِي
أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مِنَ الْعِيدِ يَقُول بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّل
اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك ، وَقَال أَحْمَدُ : إِسْنَادُ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ
جَيِّدٌ )الموسوعة الفقهية الكويتية - (ج
14 / ص 100)
“Sesungguhnya
Muhammad Bin Jiyad berkata : “aku bersama dengan Abu Umamah dan sahabat-sahabat
Nabi SAW yang lainnya dan mereka apabila kembali dari hari raya sebagian mereka
berkata kepada sebagaian yang lain “TAQOBALALLOHU MINNA WAMINKA” Artinya “semoga
Allah menerima amalku dan amal kalian”. Imam ahmad berkata sanad hadis Abi
Ummah adalah jayyid atau bagus (Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah Juz 14
Halaman 100).
Oleh
karena itu ucapan “TAQOBALALLOHU MINNA WAMINKA” pada saat hari raya menurut
imam Malik “ aku tidak mengetahuinya dan tidak mengingkarinya “ artinya beliau
tidak mengetahui kalau itu sunah dan beliau tidak mengingkarinya karena itu
merupakan perkataan yang baik karena berisi do’a. Imam Ahmad pun mengatakan
bahwa ucapan itu tidak masalah dan beliaupun tidak membencinya. Artinya bahwa
ucapan “TAQOBALALLOHU MINNA WAMINKA” adalah bukan merupakan ucapan yang derajat
hukumnya menjadi wajib yang harus diucapkan ketika hari raya dan dilarang
mengucapkan ucapan yang lain dan ucapan yang lain termasuk bid’ah sayyiah.
Secara
umum ucapan selamat pada hari raya termasuk TAQOBALALLOHU MINNA WAMINKA” dan yang lainnya
disyariatkan dan dianjurkan berdasarkan dalil jika memperolah nikmat atau terhindar
dari bahaya maka disyariatkan sujud syukur dan disyariatkannya pula takziah. Dan juga berdasarkan hadis yang diriwayatkan
didalam sahih Bukhari dan Muslim.
عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ فِي قِصَّةِ تَوْبَتِهِ لَمَّا
تَخَلَّفَ عَنْ غَزْوَةِ تَبُوكٍ أَنَّهُ لَمَّا بُشِّرَ بِقَبُول تَوْبَتِهِ وَمَضَى
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ إِلَيْهِ طَلْحَةُ بْنُ
عُبَيْدِ اللَّهِ فَهَنَّأَهُ (الموسوعة الفقهية الكويتية - (ج 14 / ص 100)
“Dari
Ka’ab Bin Malik didalam kisah taubatnya ketika tidak ikut perang Tabuk, Bahwa
Ka’ab Bin Malik ketika diberi kabar gembira diterima taubatnya kemudian datang
menemui Nabi SAW maka Tholhah bin Ubaidillah bangkit dan memberikan tahniah
atau ucapan selamat” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah Juz 14 Halaman
100)
Namun
selain “TAQOBALALLOHU MINNA WAMINKA” ada juga beberapa macam ucapan pada saat
Hari raya yang
disetiap negara dan daerah pasti berbeda-beda diantaranya
adalah :
*تَقَبَّل اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ
، وَغَفَرَ اللَّهُ لَنَا وَلَكَ
“semoga Allah menerima amaliyahku dan anda dan semoga Allah mengampuniku
dan anda”
* عِيدٌ مُبَارَكٌ عَلَيْكَ
“Selamat hari raya semoga anda diberkahi”
*عِيدٌ مُبَارَكٌ ، وَأَحْيَاكُمُ
اللَّهُ لأَِمْثَالِهِ
“Selamat hari raya yang diberkahi semoga Allah menghidupkan kalian
dengan yang semisalnya”
Dan yang biasa diucapkan sebagian besar masyakarat di indonesia adalah “ ja’alanallohu waiyyakum minal ‘aidin wal
faiizin kulla ‘aamin waantum bikhoir” yang artinya “ semoga Allah
menjadikan aku dan kalian termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah atau
kesucian dan termasuk orang yang beruntung, sepanjang tahun semoga kalian dalam
kebaikan”.
Ucapan ini adalah merupakan doa kebaikan pada hari raya sehingga
termasuk tahni’ah. Namun masyarakat indonesia kadang mengucapkannya
dengan cara singkat “selamat hari raya idul fitri, Minal ‘aidin wal faizin,
mohon maaf lahir dan batin”
Tradisi Saling mengunjungi dihari raya.
Saling mengunjungi dihari raya antara
tetangga ataupun saudara, baik yang dekat ataupun yang jauh merupakan tradisi
yang sudah lama berlaku di Indonesia, mungkin tidak ditemui didunia Islam yang
lain, bahkan tradisi mudik adalah salah satu tradisi yang sudah mengakar dalam
rangka hari raya untuk mengunjungi keluarga atau orang tua yang jauh. Namun
tradisi ini bukan berarti tradisi yang menyimpang dari syariat Islam akan
tetapi tradisi ini sebenarnya memiliki tuntunan didalam sunah Rasulullah SAW.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ
أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا
تَقَاوَلَتْ بِهِ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَبِمَزْمُورِ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا
عِيدُنَا
dari Aisyah ia berkata; Abu Bakar masuk
ke dalam rumahku, sementara di tempatku terdapat dua orang budak wanita Anshar
sedang bernyanyi sebagaimana yang dibawakan oleh orang-orang Anshar pada hari
Bu'ats. Ia berkata, "Namun keduanya bukanlah penyanyi yang terkenal."
Maka Abu Bakar pun bertanya,"Apakah di tempat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam terdapat nyanyian syetan?" Pada hari itu merupakan hari
raya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abu
Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu miliki hari raya, dan hari ini merupakan
hari raya untuk kita."…...(HR Bukhari Kitab Shalat Dua Hari raya.No1479)
Lihatlah
bagaiamana Abu Bakar RA mengunjungi Rasulullah SAW dan putrinya siti Aisyah RA
pada hari raya.
Dan
hal ini merupakan bentuk dari silaturahim yang diajarkan oleh Allah SWT di
dalam Al Quran :
وَالَّذِينَ
يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ
وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab
yang buruk.(Ar Ra’d : 21)
الَّذِينَ
يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ
اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ أُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
“(yaitu) orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa
yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.(QS. Al Baqarah :
27)
(Bersambung...) Bogor, 22 Juli 2016 oleh :
Mukhalip (Muhammad Muallip)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar