Edisi HALAL BI HALAL No. 0002 Tgl 19 Syawal
1437 H/ 24 Juli 2016 M
Dan
menjalankan sunah Rasulullah SAW:
قَالَ
أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ
“dari Ibnu Syihab dia
berkata; telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa ingin lapangkan pintu rizqi
untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali
silaturrahmi."(HR. Bukhari)
Silaturahim
sangat dianjurkan untuk dilakukan kapan saja dan dimana saja apalagi dihari
raya, waktu yang memiliki keutamaan.
Didalam
hadis riwayat Jabir Bin abdullah RA disebutkan.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
تَابَعَهُ يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ
عَنْ فُلَيْحٍ وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّلْتِ عَنْ فُلَيْحٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ وَحَدِيثُ جَابِرٍ أَصَحُّ
“dari Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhuma, ia berkata, "Jika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat 'Ied, beliau mengambil jalan
yang berbeda (antara berangkat dan kembali)." Hadits ini dikuatkan oleh
Yunus bin Muhammad dari Fulaih. Dan Muhammad bin Ash Shalt berkata dari Fulaih
dari Sa'id dari Abu Hurairah. Dan hadits Jabir lebih shahih.(HR Bukhari Kitab
Jumat Bab melewati jalan ya ng berbeda ketika berangkat dan pulang shalat ‘ied
no.933)
Imam
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan di dalam kitab Fatul Bari ketika menjelaskan
hadis riwayat Jabir RA tentang hikmah Rasulullah SAW mengambil jalan yang berbeda antara
berangkat dan kembali dari shalat Ied salah satu pendapat menjelaskan :
وَقِيلَ لِيَزُورَ أَقَارِبه الْأَحْيَاء وَالْأَمْوَات ، وَقِيلَ لِيَصِل رَحِمه) فتح الباري لابن حجر - (ج 3 / ص
416)
“Bahwa beliau ingin menziarahi kerabat beliau yang masih hidup
atau yang sudah meninggal dan sebagian dikatakan karena ingin bersilaturahim…(Fatul
Bari Karya Ibnu Hajar Juz 3 Halaman 416) dan beliau tidak mendoifkan pendapat
ini.
Tradisi
Berziarah Kubur di Hari Raya
Tradisi
adalah suatu amaliyah yang sudah lazim atau menjadi kebiasaan dan adat yang
dilakukan masyarakat secara turun temurun. Namun tradisi
didalam Islam dibagi dua, ada tradisi yang ma’ruf yaitu tradisi
yang baik yang membawa kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam
bahkan termasuk tradisi yang punya landasan hukum didalam hukum Islam dan ada tradisi
yang fasid yaitu tradisi yang rusak yaitu tradisi yang bertentangan
dengan syariat
Islam dan membawa kemadlorotan.
Di
Indonesia sebagian mayarakat melakukan kebiasaan sacara rutin ketika hari raya
tidak hanya mengunjungi saudaranya yang masih hidup namun mengunjungi juga
saudarannya yang sudah meninggal yaitu ziarah kubur. Dan ziarah kubur jika
sudah menjadi tradisi termasuk tradisi yang baik.
Berziarah
kubur dihari raya, mengucapkan salam kepada penghuni kubur dan mendoakannya
dianjurkan didalam syariat Islam berdasarkan hadis.
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَنَهَيْتُكُمْ عَنْ
لُحُومِ الْأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ وَنَهَيْتُكُمْ
عَنْ النَّبِيذِ إِلَّا فِي سِقَاءٍ فَاشْرَبُوا فِي الْأَسْقِيَةِ كُلِّهَا وَلَا
تَشْرَبُوا مُسْكِرًا
“….dari Ibnu Buraidah dari bapaknya ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dahulu aku
melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah. Dahulu aku
melarang kalian untuk menyimpan daging hewan kurban lebih dari tiga hari, maka
sekarang simpanlah selama jelas bagimu manfaatnya. Dahulu aku melarang kalian
membuat anggur selain dalam qirbah, maka sekarang minumlah dari segala tempat
air, asal jangan kamu minum yang memabukkan."( HR Muslim Kitab Jenazah no.
1623+3651)
Dan
Hadis riwayat Abu Daud.
عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّ فِي زِيَارَتِهَا
تَذْكِرَةً
“dari
Ibnu Buraidah dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Aku telah melarang kalian menziarahi kuburan, sekarang
berziarahlah ke kuburan, karena dalam berziarah itu terdapat peringatan
(mengingatkan kematian)."(HR Abu Daud no 2816)
Imam
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan di dalam kitab Fatul Bari ketika menjelaskan
hadis riwayat Jabir RA tentang hikmah
Rasulullah SAW mengambil jalan yang berbeda antara berangkat dan kembali
dari shalat Ied salah satu pendapat menjelaskan :
وَقِيلَ لِيَزُورَ أَقَارِبه الْأَحْيَاء وَالْأَمْوَات ، وَقِيلَ لِيَصِل رَحِمه) فتح الباري لابن حجر - (ج 3 / ص
416)
“Bahwa beliau ingin menziarahi kerabat beliau yang masih hidup
atau yang sudah meninggal dan sebagian dikatakan karena ingin
bersilaturahim…(Fatul Bari Karya Ibnu Hajar Juz 3 Halaman 416) dan beliau tidak
mendaifkan pendapat ini.
Memeriahkan
Hari Raya boleh dengan bernyanyi, bermain dan menari
Selain
ibadah-ibadah sunah yang dilakukan di hari raya seperti bertakbir dan
melaksanakan shalat hari raya serta amala-amalan yang lain, kemeriahan hari
rayapun tidak hanya dibatasi amaliyah yang bersifat ubudiyah namun boleh juga
diisi dengan bernyanyi, menari dan bermain atau menontonnya sebagaimana hadis.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ
بِغِنَاءِ بُعَاثَ فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ وَدَخَلَ أَبُو
بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَام
فَقَالَ دَعْهُمَا فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا وَكَانَ يَوْمَ عِيدٍ
يَلْعَبُ السُّودَانُ بِالدَّرَقِ وَالْحِرَابِ فَإِمَّا سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِمَّا قَالَ تَشْتَهِينَ تَنْظُرِينَ فَقُلْتُ نَعَمْ
فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ خَدِّي عَلَى خَدِّهِ وَهُوَ يَقُولُ دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ
حَتَّى إِذَا مَلِلْتُ قَالَ حَسْبُكِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ فَاذْهَبِي
“dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam masuk menemuiku saat ketika di sisiku ada dua budak wanita
yang sedang bersenandung dengan lagu-lagu (tentang perang) Bu'ats. Maka beliau
berbaring di atas tikar lalu memalingkan wajahnya, kemudian masuklah Abu Bakar
mencelaku, ia mengatakan, "Seruling-seruling setan (kalian perdengarkan)
di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam!" Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam lantas memandang kepada Abu Bakar seraya berkata: "Biarkanlah
keduanya." Setelah beliau tidak menghiraukan lagi, aku memberi isyarat
kepada kedua sahaya tersebut agar lekas pergi, lalu keduanya pun pergi. Saat
Hari Raya 'Ied, biasanya ada dua budak Sudan yang memperlihatkan kebolehannya
mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang meminta
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, atau beliau yang menawarkan kepadaku:
"Apakah kamu mau melihatnya?" Maka aku jawab, "Ya, mau."
Maka beliau menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu
dengan pipinya sambil beliau berkata: "Teruskan hai Bani Arfadah!"
Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan lalu beliau berkata: "Apakah
kamu merasa sudah cukup?" Aku jawab, "Ya, sudah." Beliau lalu
berkata: "Kalau begitu pergilah."(HR Bukhari Kitab Jumat Bab Bermain
tombak dan perisai kecil pada hari raya no.897)
Halal Bi Halal
Istilah halal bi halal hanya ada diindonesia menurut
sejarah konon istilah ini dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah sebagai usulan
kepada presiden RI pada waktu itu Ir Soekarno karena Indonesia sedang dilanda
disintegrasi bangsa, sebagai padanan kata silaturahim, agara supaya para elit
politik yang saling menyalahkan dan bermusuhan bisa duduk bersama dan
menghilangkan dosa-dosa diantara mereka dengan cara saling menghalalkan yaitu
saling memaafkan. maka istilah silaturahmi diganti dengan Istilah Halal Bi halal. sampai saat ini tradisi Halal Bi Halal sudah
lazim dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintah termasuk mayarakat Indonesia.
Ada dua analisa Maksud halal Bi halal ini, pertama “ Tholabul Halal Bithoriqin
Halal” yaitu mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonian
dengan cara menjadikannya halal yaitu saling memaafkan atas kesalahan
masing-masing. Analisa kedua, “ Halal Yujza’u Bi halal” pembebasan
kesalahan yaitu kehalalan ditebus dengan pembebasan kesalahan yaitu dengan cara
saling memaafkan. Istilah ini jika dilihat dari tujuannya adalah merupakan
kearifan lokal dan memiliki nilai-nilai yang sangat baik karena bertujuan untuk
menguatkan rasa perdamaian dan persaudaraan diantara sesama manusia.
Bila tujuan dari halal Bihalal adalah meminta
kehalalan dari satu pihak kepada pihak lain yang memiliki kaitan dosa dengan
cara saling memaafkan maka dalam ajaran Islam hal itu menjadi syarat jika
seeorang ingin diampuni dosanya jika dosa itu berkaitan dengan sesama manusia.
(Bersambung...) Bogor, 24 Juli
2016 oleh : Mukhalip (Muhammad Muallip)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar