Buletin Al
Bayan Jumat , Edisi : 0006, 24 Syawal 1437 H/29 Juli 2016 M
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا
فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.(Al Baqarah : 188)”
Salah satu
sifat manusia adalah hubbul jah atau mencintai jabatan, pangkat
dan kedudukan. Hal itu merupaan sesuatu yang rasional karena salah satu
karakter manusia adalah mencintai kemulyaan dan kesempurnaan sesuai dengan
kedudukan manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang memang merupakan fitrah manusia yang diberikan oleh Allah SWT.
Melihat bahwa
jabatan, kekuasaan dan kedudukan merupakan sebuah sarana yang dapat menghantarkan
manusia untuk bisa memiliki, mengendalikan, bahkan meraih semua yang dia
inginkan, maka manusia saling berebut, bersaing dan berambisi untuk bisa meraih
jabatan, kekuasaan dan kedudukan itu.
Namun yang
menjadi permasalahan adalah seandainya orang-orang yang tidak memiliki kahlian
dan kemampuan serta sifat amanah merasa berhak untuk ikut bersaing dalam
merebut kursi kekuasaan, sehingga setiap ada kesempatan untuk menduduki satu
atau lebih suatu jabatan, maka tidak ada kata untuk mundur apalagi menyerah
untuk meraih kedudukan itu,
dan ketika
sudah duduk dalam kursi empuk suatu jabatan iapun tidak merasa puas hanya mampu
untuk menjabat satu periode ataupun suatu level tertentu dalam suatu jabatan
namun sebagai suatu usaha yang berkesinambungan dia harus mempersiapkan
langkah-langkah dan strategi untuk pencalonan berikutnya sebagai pencapaian
karir yang maksimal.
RAKUS JABATAN
Betapa
tergiurnya semua orang oleh fasilitas dan kenikmatan kekuasaan seandainya dia
tidak sempat memikirkan kemampuan dirinya dalam mengemban amanah dan resiko
yang besar dalam setiap keputusan yang diambil karena menyangkut kehidupan
orang banyak serta tanggungjawab yang
besar baik dihadapan manusia maupun kelak dihadapan mahkamah Allah SWT,.
Padahal
rasulullah SAW telah memperingatkan kepada kita :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ
نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ
“ dari Abu
Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "kalian
akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari
kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan. (HR.
Bukhari)
Dalam riwayat
yang lain Rasulullah SAW bersabda ” permulaan kekuasaan adalah kepahitan
pertengahannya adalah penyesalan dan akhirnya adalah siksaan dihari qiyamat.”
Hadis di atas
mengabarkan prediksi Nabi SA tentang apa
yang akan terjadi pada umatnya. Dan itu bisa kita lihat dalam realitas kehidupan
sekarang ini dimana kebanyakan manusia saling berlomba dan berebut untuk
menduduki jabatan serta berbangga-bangga
dengan jabatan dan kekuasaan, sehingga untuk bisa mencapainya segala cara harus
ditempuh walaupun dengan cara yang haram.
Benarlah sabda
Nabi “ Permulaan Kekuasaan adalah Kepahitan “
Bukankah untuk
meraih kekuasaan dan jabatan seseorang akan mengerahkan segala daya dan upaya
dengan mengeluarkan dana yang besar serta perjuangan yang tidak ringan dan yang
paling menyedihkan jika harus melakukan segala cara walaupun cara yang haram.
Dengan memanipulasi, menyuap dan membeli dukungan untuk meraih kekuasaan. Padahal
allah SWT telah memperingatkan :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا
فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.(Al Baqarah : 188)”
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي
وَالْمُرْتَشِي
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang yang
memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya."(HR Abu Daud)
Dalam riwayat yang lain “ Penyuap dan penerima suap akan dimasukkan
ke neraka”
Permulaan kekuasaan adalah pahit bagi yang menang karena dia harus
membayar mahal apa yang sebenarnya belum tentu dia bisa menikmati dan tentunya
sangat pahit bagi yang kalah karena dia membayar mahal sesuatu yang dia tidak
bisa menikmati.
KeKuasaan “pertengahannya
adalah penyesalan”
Seseorang yang
diberi amanah kekuasaan akan dihadapkan dua sikap, pertama mengemban amanah
dengan jujur dan adil, dan ini sangat berat sekali ibarat memegang bara api,
dipegang terbakar di biarkan terlepas,timbullah di dalam hati penyesalan kenapa
mau menanggung tangung jawab yang berat ini.
Sikap yang Kedua, yaitu menggunakan kekuasaan itu untuk memenuhi ambisi
pribadinya dengan menumpuk kekayaan walaupun dengan cara korupsi. Sehingga
hidupnya penuh dengan penyesalan karena dikejar-kejar oleh hutang dan ambisi
pribadi serta dikejar-kejar oleh penegak konstitusi karena melakukan korupsi
sehingga akhirnya masuk bui.
“AKHIR KEKUASAAN ADALAH SIKSAAN DI HARI KIAMAT.”
Kekuasaan akan
menjadi penyesalan pada hari kiamat nanti bagi yang tidak menggunakan kekuasaan
itu dengan benar. Karena semua kedzaliman-kedzaliman akan di mintai
pertanggungjawaban dan akan diberikan hukuman nanti pada hari kiamat oleh Allah
SWT.
Namun
sebaliknya bagi yang mampu menggunakan kekuasaan itu dengan benar dan adil dan
dengan kekuasaanya ia bukan untuk mencari kedudukan di dunia dan juga bukan
untuk berbuat kerusakan namun hanya memiliki tujuan akhirat, maka kedudukan dan
pahalanya sangat besar di hadapan Allah SWT, dalam salah satu hadisnya
Rasulullah menjelaskan bahwa ” salah satu yang akan mendapatkan perlindungan
Allah pada hari tidak ada perlindungan adalah seorang pemegang kekuasaan yang
adil.”
Allah SWT
menjelaskan :
تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا
لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri
akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian di
atas bumi dan berbuat kerusakan. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa. (Al Qashash : 83)
Kekuasaan dan
jabatan adalah merupakan sarana bukan merupakan tujuan, kalau tujuannya baik
maka Jabatan’ kedudukan dan kekuasaan adalah sesuatu yang sangat diperlukan
bagi kehidupan manusia.
Di dalam Islam
kekuasaan, jabatan, kepemimpinan adalah sesuatu yang diperlukan untuk menjadi
sarana tegaknya kebaikan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ummat Islam
tidak boleh hanya diam dan menjadi penonton saja tetapi harus mengambil
kekuasaan dan jabatan itu untuk kepentingan dan kemaslahatan umat Islam,
apalagi ketika kekuasaan, jabatan itu akan di ambil pihak lain yang mengancam
ummat Islam dan akan menimbulkan kerusakan .
Jabatan,
kekuasaan dan kedudukan merupakan amanah yang sangat berat, karena dia menuntut
keahlian dan tanggung jawab yang besar yang hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang tertentu yang kuat, jujrur, adil dan terpilih. Sehingga ketika amanah itu
ditawarkan oleh Allah, kepada bumi dan langit, merekapun enggan dan takut untuk mengemban amanah itu. Hanya manusia dzalim dan bodoh saja yang mau
menaggung amanah yang berat itu. Padahal apabila suatu amanah diserahkan kepada
orang yang bukan ahlinya maka tinggal menunggu kehancuran urusan itu.
Kekuasaan dan
jabatan akan dapat berguna dan bermanfaat untuk kemaslahatan kehidupan manusia
jika di pegang oleh orang yang memiliki keahlian dan sifat amanah serta menggunakannya
untuk menciptakan keadilan dan
kemasalahatan kehidupan manusia.
Mudah-mudahan
pemimpin-pemimpin kita diberikan petunjuk oleh Allah untuk mampu mengemban
amanah. Dan mudah-mudahan kita mampu menjadi orang yang amanah ketika diberi kepercayaan
walaupun hal yang remeh.
Bogor, 29 Juli 2016 Oleh : Muhammad Muallip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar