Ketika gencarnya istilah salaf, salafi atau salafiyah
diperbincangan dan dialamatkan ataupun diklaim oleh suatu komunitas tertentu
dan malah menjadi jargon bahwa itu adalah istilah yang otentik karena istilah itu ditujukan kepada genarasi Nabi dan para
sahabatnya, sebenarnya perlu untuk direnungkan kembali mengingat hal itu tidak
sesuai dengan pengertian yang di sebutkan Allah SWT di dalam Al Qur’an.
Bukankah kita harus mendahulukan Allah baru setelah itu Rasul-Nya. Termasuk
ketika kita mengunakan istilah-istilah itu.
Kalau kita mengkaji kata salaf di dalam Al Quran dan yang
seakar kata darinya di dalam Al qur’an, maka kita akan mendapati bahwa Al
Qur.an menyebutkan 8 kali dalam beberapa surat yang terpisah dan kata tersebut
memiliki beberapa pengertian.
Inilah ayat-ayat Al Qur’n yang menyinggung masalah kata salaf.
1.
Kata Salaf bermakna kondii jahiliyah di mana belum ada
larangan riba Allah SWT Berfirman :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا
يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ
مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(QS. AL BAQARAH :275)”
2. Kata
Salaf bermakan jahiliyah yaitu masa belum ada larangan menikahi mahram..
وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ
مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا
وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang
telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah
dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”(qs. An Nisa’ : 22)
Dan
firman Allah SWT :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ
وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ
الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ
مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang
dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang,(QS. An Nisa’ : 23)
3. Bermakan
kondisi Jahiliyah dimana belum ada larangan membunuh binatang ketika Ihram
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا
فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ
هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ
ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ
وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.
Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya,
menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-nya yang di
bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan
orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu,
supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah
memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya,
niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan
untuk) menyiksa.(QS. Al Maidah : 95)
4. Bermakan
kondisi masa Jahiliyah ketika mereka melakukan dosa-dosa yang dilarang Allah
SWT..
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ
يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ
مَضَتْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ
“Katakanlah kepada
orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya),
niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah
lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada
mereka) sunah (Allah terhadap) orang-orang dahulu".(QS. Al Anfal : 38)
5. Bermakan
kondisi dulu ketika di dunia
هُنَالِكَ تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ
وَرُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا
يَفْتَرُونَ
“Di tempat itu (padang
Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah
dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung
mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan.(QS.
Yunus : 30)
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا
أَسْلَفْتُمْ فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(kepada mereka dikatakan):
"Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu
kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".(QS. AL HAAQAH : 24)
6. Bermakan
pelajaran dari orang-orang terdahulu yang banyak menentang allah Yaitu Firaun.
فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا
وَمَثَلا لِلآخِرِينَ
“dan Kami jadikan mereka sebagai
pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.(QS. AZ ZUKHRUF :
56)
Jika kata itu berbentuk Mujarrad yaitu salafa
maka disebutkan sebanyak 6 kali dan yang 5 kali bermakna kondisi Jahiliyah di
mana Allah belum menurunkan syariatnya adapun yang satu kali dalam bentuk
masdar bermakna pelajaran dari orang-orang yang menentang Allah seperti Fir’aun
dan akibat yang diterimanya. Namun
jika kata salaf sudah menjadi mazid ditambah dengan
hamzah Qotho’ menjadi aslafa maka memiliki makna
Sesuatu yang dulu pernah dilakukan di dunia.
Dengan tanpa mengkaji lebih dalam Tafsir Al Qur’an terlebih dahulu
kitapun akan dengan mudah memahami pengertian kata Salaf itu di dalam Al
Qur’an. Kalau yang dimaksud dengan makna salaf di dalam al Qur’an adalah
masa-masa Jahiliyah maka ketika kita menggunakan sesuai pengertian Al Qur’an
maka jargon “Berada di atas Manhaj Salaf” maka yang dimaksud adalah “ berada di
atas Manhaj Jahiliyah” atau “ Ikutilah Orang-orang Salaf” maka Arti yang
dimaksud menjadi “Ikutilah orang-orang Jahiliyah” atau “Jadilah kamu seorang
Salafi” maka pengertiannya menjadi “ Jadilah kamu seorang Jahiliyah”. Hal itu
tentu akan sangat bertolak belakang dengan pemahaman yang selama ini dikenal.
Jika tidak dilarang berpendapat, Kalau menurut saya menggunakan
istilah yang istilah itu dijadikan Motto
dakwah mestinya tidak hanya diambil dari hadis saja apalagi jika istilah itu
masih menjadi perdebatan, akan tetapi juga mempertimbangan bagaimana Al Qur’an berbicara.Wallohu A’lam.
Bogor, 5 Agustus 2016 oleh ; Muhammad Muallip
Edisi No. 0007 Tgl 2 Dzulqo’dah 1437 H/ 5 Agustus 2016 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar