Belum pernah ditemukan satu golongan pun dalam Islam, yang
mempunyai reputasi yang tinggi dan mendapat perhatian besar dari para
cendekiawan dan ulama untuk mengkaji dan menelaah dasar-dasar pemikirannya,
baik dulu maupun sekarang, melebihi kaum Muktazilah. Mereka adalah golongan
yang menjadikan akal sebagai panutan, memikirkan kesalahan-kesalahannya dan
membangun dasar pemikiran mereka dengan pancaran akal. Kemudian mempertahankan
hasil pemikiran tersebut.
Para peneliti berbeda pendapat mengenai asal usul Kaum muktazilah namun
dari beberapa pendapt itu dapat disimpulkan bahwa Mu’tazilah baru lahir pada
akhir abad pertama Hijriyah pada masa Hasan Al Bashri. Mu’tazilah muncul di
kota Basrah yang merupakan pusat peradaban yang dipenuhi dengan beragam alur
pemikiran. Penyebab munculnya Mu’tazilah adalah keluarnya Washil bin ‘Atha’
dari forum Hasan Bashri, kemudian mereka mendeklarasikan ide barunya tentang al
Manzilah Baina Manzilatain.
Adapun sumber-sumber madzhab kaum Mu’tazilah kalau melihat
pemikiran mayoritas pemuka Mu’tazilah mereka berusaha keras menisbahkan mazdhab
mereka kepada Rasulullah SAW. bahkan mereka mengklaim bahwa hanya sanad-sanad
mereka sajalah yang bersambung kepada Rasul, dan tidak ada golongan lain
yang menyamainya. Sementara sebagian
kaum Mu’tazilah lainnya berusaha menyandarkan madzhab mereka kepada ahlulbait
(keluarga Nabi) atau Hasan al Bashri. Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah
golongan yang berusaha mensinkronkan penggunaan akal, Al Qur’an dan As Sunnah
seperti yang dilakukan baik oleh salaf maupun Khalaf. Namun kalau dilihat dari
perbedaan yang mencolok antara mereka dengan Ahlus Sunnah dan kaum muslimin
secara umum terutama dalam masalah takdir dan masalah-masalah akidah, mereka bukanlah orang yang mengikuti
Rasulullah SAW justru mereka banyak melakukan penyimpangan dan bid’ah.
Kaum mu’tazilh memiliki dasar-dasar pemikiran yang disebut dengan
Ushulul Khomsah (pancasila) yaitu al manzilah baina manzilatin, Al tauhid yang
meliputi meniadakan sifat Allah, al Qur’an itu Makhluk dan mengingkari Ru’yahtullah.
Kemudian konsep Al Adl yang meliputi pengingkaran terhadap takdir, As Sahalah
wa Al Aslah. Konsep al Wa’d dan al Wa’id dan konsep al Amr bi al ma’ruf wa aln
Nahyu ‘an al munkar.
Adapun pandangan Mu’tazilah terhadap sunnah adalah bahwa mereka
mengkritik habis para sahabat dengan cara-cara yang jauh dari ruh Islam, mereka
juga menolak hadis mutawatir, hadis Ahad, meragukan dan menolak hadis secara
umum serta bila perlu memalsukan hadis.
Dalam masalah Ijma’ dan qiyas kaum Mu’tazilah mayoritas menolak
Ijma walaupun ada juga yang menerimanya, adapun dalam masalah qiyas mereka terpecah,
ada yang menolak ada yang menerima.
Kaum Mu’tazilah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap
sunnah di antaranya : menurut mereka wajib mengetahui Allah dengan Rasio,
mengingkari melihat Allah di hari kiamat, meningkari adanya syafa’at Rasulullah
SAW, mengingkari Mu’jizat Rasulullah SAW, tidak mewajibkan hukuman had bagi peminum
Khamr dan Anggur, memberikan hukuman bagi pencuri serta batasan atau nisab
barang yang dicuri sesuai dengan hawa nafsu dan menyalahi apa yang ditentukan
Rasulullah SAW, meyakini pelaku dosa besar kekal di dalam neraka dan mereka
mengingkari siksa kubur.
Itulah gambaran tentang pemikiran hadis kaum mu’tazilah yang bisa
kita ketahui.(Mauqif Al Mu’tazilah Min As Sunnah An Nabawiyah, Abu Lubabah
Husain)
Muhammad Muallif
Ciputat, 1 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar