KALAU
KITA MENGKAJI KATA SALAF DAN YANG SEAKAR KATA DARINYA DI DALAM AL QUR’AN MAKA
KITA AKAN MENDAPATI BAHWA AL QUR’AN MENYEBUTKAN 8 KALI dalam beberapa surat
yang terpisah DAN KATA TERSEBUT MEMILIKI BEBERAPA PENGERTIAN. Jika kata itu
berbentuk Mujarrad yaitu salafa maka disebutkan
sebanyak 6 kali dan yang 5 kali bermakna masa lalu yaitu kondisi Jahiliyah di mana Allah belum
menurunkan syariatnya adapun yang satu kali dalam bentuk masdar bermakna
pelajaran dari orang-orang yang menentang Allah seperti Fir’aun dan akibat yang
diterimanya. Namun jika kata salaf sudah menjadi mazid
ditambah dengan hamzah Qotho’ menjadi aslafa maka
memiliki makna Sesuatu yang dulu pernah dilakukan di dunia.
Ketika
gencarnya istilah salaf, salafi atau salafiyah diperbincangan dan
dialamatkan ataupun diklaim oleh suatu komunitas tertentu dan malah menjadi
jargon bahwa itu adalah istilah yang orsinil karena istilah itu ditujukan
kepada genarasi Nabi dan para sahabatnya, sebenarnya perlu untuk direnungkan
kembali mengingat hal itu tidak sesuai dengan pengertian yang di sebutkan Allah
SWT di dalam Al Qur’an. Bukankah kita harus mendahulukan Allah baru setelah itu
Rasul-Nya. Termasuk ketika kita mengunakan istilah-istilah itu.
Dengan
tanpa mengkaji lebih dalam Tafsir Al Qur’an terlebih dahulu kitapun akan dengan
mudah memahami pengertian kata Salaf itu di dalam Al Qur’an. Kalau yang
dimaksud dengan makna salaf di dalam al Qur’an adalah masa-masa Jahiliyah maka
ketika kita menggunakan sesuai pengertian Al Qur’an maka jargon “Berada di atas
Manhaj Salaf” maka yang dimaksud adalah “ berada di atas Manhaj Jahiliyah” atau
“ Ikutilah Orang-orang Salaf” maka Arti yang dimaksud menjadi “Ikutilah
orang-orang Jahiliyah” atau “Jadilah kamu seorang Salafi” maka pengertaiannya
menjadi “ Jadilah kamu seorang Jahiliyah”. Hal itu tentu akan sangat bertolak
belakang dengan pemahaman yang selama ini dikenal.
Jika
tidak dilarang berpendapat, Kalau menurut saya menggunakan istilah yang istilah
itu dijadikan icon dakwah mestinya tidak hanya diambil dari hadis saja apalagi jika
istilah itu masih menjadi perdebatan, akan tetapi juga mempertimbangan bagaimana Al Qur’an berbicara.
Inilah
ayat-ayat Al Qur’n yang menyinggung masalah kata salaf.
1. SALAF BERMAKNA KONDISI MASA LALU YAITU MASA JAHILIYAH DIMANA BELUM ADA LARANGAN RIBA
ALLAH BERFIRMAN :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا
يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.(QS. AL BAQARAH :275)”
2. BERMAKAN
KONDISI MASA LALU YAITU MASA JAHILIYAH YAITU BELUM ADA LARANGAN MENIKAHI MAHRAM.
وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ
مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا
وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah
dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh).”(qs. An Nisa’ : 22)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ
وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ
الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ
مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu
(dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang,(QS. An Nisa’ : 23)
3. BERMAKNA MASA LALU YAITU KONDISI MASA JAHILIYAH DIMANA BELUM ADA LARANGAN MEMBUNUH BINATANG KETIKA IHRAM.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا
تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا
فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ
هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ
ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ
وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang
ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang
adil di antara kamu, sebagai had-nya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau
(dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau
berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan
akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah
lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan
menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.(QS. Al
Maidah : 95)
4. BERMAKNA MASA LALU YAITU KONDISI MASA JAHILIYAH KETIKA MEREKA MELAKUKAN DOSA-DOSA YANG DILARANG ALLAH
SWT.
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ
يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ
مَضَتْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu:
"Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni
mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka
kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunah (Allah terhadap)
orang-orang dahulu".(QS. Al Anfal : 38)
5. BERMAKNA
KONDISI MASA LALU KETIKA DI DUNIA.
هُنَالِكَ تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ
وَرُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا
يَفْتَرُونَ
“Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri
merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan
mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya dan lenyaplah
dari mereka apa yang mereka ada-adakan.(QS. Yunus : 30)
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا
أَسْلَفْتُمْ فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah
dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang
telah lalu".(QS. AL HAAQAH : 24)
6. BERMAKNA
PELAJARAN DARI MASA ORANG-ORANG TERDAHULU YANG BANYAK MENENTANG ALLAH YAITU FIR’AUN.
فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا وَمَثَلا
لِلآخِرِينَ
“dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran
dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.(QS. AZ ZUKHRUF : 56)
Demikian Wallahu A'lam.
Oleh : محمد مؤلف
03/03/12
1 komentar:
asslmlkm wr.wb.
kalo kata2 generasi terdahulu pada attaubah: 100, bagaimana kang kajiannya?
Posting Komentar