Dengan adanya rencana Pemerintah Indonesia akan menaikkan harga BBM yang
menimbulkan banyak protes karena dinilai akan lebih menyengsarakan kehidupan
rakyat miskin, maka para spekulan banyak memanfaatkan keadaan dengan banyaknya
melakukan penimbunan BBM demi meraup keuntungan yang besar, walaupun sudah ada
aturan larangan menimbun BBM dan sanksi bagi pelaku, namun masih banyak ditemukan
kasus-kasus penimbunan. Hal ini sebenanya sudah berjalan dari semenjak dahulu,
namun aneh baru-baru sekarang ini saja dengan gencar banyak tertangkap para
penimbun, apalagi ketika aparat kepolisian meningkatkan pengawasannya menjelang
kenaikan harga BBM sesuai dengan intruksi presiden.
Bagaimana sebenarnya Islam telah lebih dulu memberikan aturannya
demi menjaga kemaslahatan kehidupan manusia dan menjaga kehidupan rakyat dari
kesengsaraan.
Berkenaan soal penimbuna barang Imam Muslim berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ عَنْ يَحْيَى وَهُوَ ابْنُ سَعِيدٍ قَالَ
كَانَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ فَقِيلَ لِسَعِيدٍ
فَإِنَّكَ تَحْتَكِرُ قَالَ سَعِيدٌ إِنَّ مَعْمَرًا الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُ هَذَا
الْحَدِيثَ كَانَ يَحْتَكِرُ
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab
telah menceritakan kepada kami Sulaiman -yaitu Ibnu Bilal- dari Yahya -yaitu
Ibnu Sa'id- dia berkata, " Sa'id bin Musayyab menceritakan bahwa Ma'mar
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
menimbun barang, maka dia berdosa."(HR. Muslim, Kitab Pengairan)
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ
حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ
مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ قَالَ مُسْلِم و حَدَّثَنِي بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ عَمْرِو بْنِ
عَوْنٍ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ أَبِي
مَعْمَرٍ أَحَدِ بَنِي عَدِيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ
عَنْ يَحْيَى
“Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amru Al Asy'ats telah
menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dari Muhammad bin 'Ajlan dari
Muhammad bin 'Amru bin 'Atha dari Sa'id bin Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah
orang yang menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya." Ibrahim
berkata; Muslim berkata; dan telah menceritakan kepadaku sebagian sahabat kami
dari Amru bin Aun telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Abdullah dari Amru
bin Yahya dari Muhammad bin Amru dari Sa'id bin Musayyab dari Ma'mar bin Abu
Ma'mar salah seorang Bani Adi bin Ka'ab, dia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda….kemudian dia menyebutkan hadits seperti
hadits Sulaiman bin Bilal, dari Yahya."(HR. Muslim)
Imam Abu Daud meriwayatkan:
حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ
عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ أَبِي مَعْمَرٍ أَحَدِ بَنِي عَدِيِّ بْنِ كَعْبٍ
قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ فَقُلْتُ لِسَعِيدٍ
فَإِنَّكَ تَحْتَكِرُ قَالَ وَمَعْمَرٌ كَانَ يَحْتَكِرُ قَالَ أَبُو دَاوُد وَسَأَلْتُ
أَحْمَدَ مَا الْحُكْرَةُ قَالَ مَا فِيهِ عَيْشُ النَّاسِ قَالَ أَبُو دَاوُد قَالَ
الْأَوْزَاعِيُّ الْمُحْتَكِرُ مَنْ يَعْتَرِضُ السُّوقَ
“Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah, telah
mengabarkan kepada kami Khalid dari 'Amr bin Yahya, dari Muhammad bin 'Amr bin
'Atho` dari Sa'id bin Al Musayyab dari Ma'mar bin Abu Ma'mar salah satu Bani
Adi bin Ka'b, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah
seseorang menimbun barang, kecuali tela berbuat salah." Kemudian aku
katakan kepada Sa'id; sesungguhnya engkau menimbun. Ia berkata; dan Ma'mar
pernah menimbun. Abu Daud berkata; dan aku bertanya kepada Ahmad; apakah hukrah
itu? Ia berkata; sesuatu yang padanya terdapat kehidupan manusia. Abu Daud
berkata; Al Auza'i berkata; muhtakir adalah orang yang datang ke pasar untuk
membeli apa yang dibutuhkan orang-orang dan menyimpannya.(HR. Abu Daud,
Kitab : Jual beli, bab : Larangan menimbun)
Imam Turmudzi meriwayatkan :
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا يَزِيدُ
بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَضْلَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ فَقُلْتُ لِسَعِيدٍ
يَا أَبَا مُحَمَّدٍ إِنَّكَ تَحْتَكِرُ قَالَ وَمَعْمَرٌ قَدْ كَانَ يَحْتَكِرُ قَالَ
أَبُو عِيسَى وَإِنَّمَا رُوِيَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ أَنَّهُ كَانَ يَحْتَكِرُ
الزَّيْتَ وَالْحِنْطَةَ وَنَحْوَ هَذَا قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ
وَعَلِيٍّ وَأَبِي أُمَامَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَحَدِيثُ مَعْمَرٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كَرِهُوا احْتِكَارَ الطَّعَامِ وَرَخَّصَ
بَعْضُهُمْ فِي الِاحْتِكَارِ فِي غَيْرِ الطَّعَامِ و قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ لَا
بَأْسَ بِالِاحْتِكَارِ فِي الْقُطْنِ وَالسِّخْتِيَانِ وَنَحْوِ ذَلِكَ
“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah mengabarkan
kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq
dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa'id bin Al Musayyib dari Ma'mar bin Abdullah
bin Nadhlah ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seseorang menimbun kecuali ia telah berbuat salah."
Aku bertanya kepada Sa'id; Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya engkau menimbun. Ia
mengatakan; Sedangkan Ma'mar telah menimbun. Abu Isa berkata; Sesungguhnya
telah diriwayatkan dari Sa'id bin Al Musayyib bahwa ia pernah menimbun minyak, biji gandum atau yang serupa dengan
itu. Abu Isa berkata; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Umar, Ali, Abu
Umamah dan Ibnu Umar. Dan hadits Ma'mar adalah hadits hasan shahih. Hadits ini
menjadi pedoman amal menurut ulama; Mereka memakruhkan penimbunan makanan
namun sebagian mereka membolehkan penimbunan selain makanan. Dan Ibnu Al
Mubarak mengatakan; Tidak apa-apa menimbun kapas, kulit yang disamak atau yang
serupa dengan itu.(HR. Turmudzi, kitab : Jual Beli, Bab Menimbun)
Imam Ahmad meriayatkan :
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ حَدَّثَنَا
الْهَيْثَمُ بْنُ رَافِعٍ الطَّاطَرِيُّ بَصْرِيٌّ حَدَّثَنِي أَبُو يَحْيَى رَجُلٌ
مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ عَنْ فَرُّوخَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَأَى طَعَامًا
مَنْثُورًا فَقَالَ مَا هَذَا الطَّعَامُ فَقَالُوا طَعَامٌ جُلِبَ إِلَيْنَا قَالَ
بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ وَفِيمَنْ جَلَبَهُ قِيلَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنَّهُ
قَدْ احْتُكِرَ قَالَ وَمَنْ احْتَكَرَهُ قَالُوا فَرُّوخُ مَوْلَى عُثْمَانَ وَفُلَانٌ
مَوْلَى عُمَرَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمَا فَدَعَاهُمَا فَقَالَ مَا حَمَلَكُمَا عَلَى
احْتِكَارِ طَعَامِ الْمُسْلِمِينَ قَالَا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا
وَنَبِيعُ فَقَالَ عُمَرُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْإِفْلَاسِ
أَوْ بِجُذَامٍ فَقَالَ فَرُّوخُ عِنْدَ ذَلِكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أُعَاهِدُ
اللَّهَ وَأُعَاهِدُكَ أَنْ لَا أَعُودَ فِي طَعَامٍ أَبَدًا وَأَمَّا مَوْلَى عُمَرَ
فَقَالَ إِنَّمَا نَشْتَرِي بِأَمْوَالِنَا وَنَبِيعُ قَالَ أَبُو يَحْيَى فَلَقَدْ رَأَيْتُ
مَوْلَى عُمَرَ مَجْذُومًا
“Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id budak Bani Hasyim Telah
menceritakan kepada kami Al Haitsam Bin Rafi' Ath Thathari orang Bashrah Telah
menceritakan kepadaku Abu Yahya seorang lelaki penduduk Makkah dari Farrukh
hamba sahaya Utsman, bahwa Umar pada saat menjadi Amirul Mukminin, dia keluar
menuju masjid kemudian melihat makanan berserakan, maka dia bertanya;
"Makanan apa ini?" Mereka menjawab; "Makanan yang di datangkan
kepada kami, " maka dia berkata; \"Semoga Allah memberkahi makanan
ini dan orang yang mendatangkannya, \" kemudian ada yang berkata;
\"Wahai Amirul Mukminin, makanan itu telah ditimbun, \" Umar
bertanya; \"Siapa yanga telah menimbunnya?" Mereka menjawab;
"Farrukh hamba sahaya Utsman dan Fulan hamba sahaya Umar, " maka Umar
mengutus utusan untuk memanggil keduanya, kemudian dia berkata; "Apa yang
mendorong kalian berdua untuk menimbun makanan kaum muslimin?" Keduanya
menjawab; "Wahai Amirul Mukminin, kami membeli dengan harta kami dan menjual."
Maka Umar menjawab; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa menimbun harta kaum muslimin maka Allah akan
menimpakan kepadanya kebangkrutan atau penyakit kusta, " maka Farrukh
ketika itu berkata; "Wahai Amirul Mukminin, aku berjanji kepada Allah dan
kepadamu untuk tidak akan mengulangi menimbun makanan selamanya." Adapun
hamba sahaya Umar dia berkata; "Hanyasannya kami membeli dengan harta kami
dan menjual." Abu yahya berkata; "Maka sungguh aku melihat hamba sahaya
Umar terkena penyakit kusta."(HR. Ahmad, Musnad sepuluh sahabat yang
dijamin masuk sorga; Awal Musnad Umar Bin Al Khatab RA)
Tentang Penjelasan hukum dari hadis di atas Imam An Nawawi
dalam syarahnya menjelaskan :
- قَوْله
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ اِحْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئ ) ، فِي رِوَايَة : ( لَا يَحْتَكِر إِلَّا خَاطِئ
) قَالَ أَهْل اللُّغَة : الْخَاطِئ بِالْهَمْزِ هُوَ الْعَاصِي الْآثِم .وَهَذَا الْحَدِيث
صَرِيح فِي تَحْرِيم الِاحْتِكَار . قَالَ أَصْحَابنَا : الِاحْتِكَار الْمُحَرَّم
هُوَ الِاحْتِكَار فِي الْأَقْوَات خَاصَّة ، وَهُوَ أَنْ يَشْتَرِي الطَّعَام فِي
وَقْت الْغَلَاء لِلتِّجَارَةِ ، وَلَا يَبِيعهُ فِي الْحَال ، بَلْ يَدَّخِرهُ لِيَغْلُوَ
ثَمَنه ، فَأَمَّا إِذَا جَاءَ مِنْ قَرْيَته ، أَوْ اِشْتَرَاهُ فِي وَقْت الرُّخْص
وَادَّخَرَهُ ، أَوْ اِبْتَاعَهُ فِي وَقْت الْغَلَاء لِحَاجَتِهِ إِلَى أَكْله ، أَوْ
اِبْتَاعَهُ لِيَبِيعَهُ فِي وَقْته ، فَلَيْسَ بِاحْتِكَارٍ وَلَا تَحْرِيم فِيهِ
، وَأَمَّا غَيْر الْأَقْوَات فَلَا يَحْرُم الِاحْتِكَار فِيهِ بِكُلِّ حَال ، هَذَا
تَفْصِيل مَذْهَبنَا ، قَالَ الْعُلَمَاء : وَالْحِكْمَة فِي تَحْرِيم الِاحْتِكَار
دَفْع الضَّرَر عَنْ عَامَّة النَّاس ، كَمَا أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ لَوْ
كَانَ عِنْد إِنْسَان طَعَام ، وَاضْطُرَّ النَّاس إِلَيْهِ وَلَمْ يَجِدُوا غَيْره
، أُجْبِرَ عَلَى بَيْعه دَفْعًا لِلضَّرَرِ عَنْ النَّاس . وَأَمَّا مَا ذُكِرَ فِي
الْكِتَاب عَنْ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَمَعْمَر رَاوِي الْحَدِيث أَنَّهُمَا كَانَا
يَحْتَكِرَانِ فَقَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ وَآخَرُونَ : إِنَّمَا كَانَ يَحْتَكِرَانِ
الزَّيْت ، وَحَمَلَا الْحَدِيث عَلَى اِحْتِكَار الْقُوت عِنْد الْحَاجَة إِلَيْهِ
وَالْغَلَاء ، وَكَذَا حَمَلَهُ الشَّافِعِيّ وَأَبُو حَنِيفَة وَآخَرُونَ وَهُوَ صَحِيح
.شرح النووي على مسلم ـ مشكول - (5 / 482)
“Sabda Nabi SAW ( barangsiapa yang menimbun maka dia berdosa) dalam
riwayat lain (tidak menimbun melainkan orang yang berdosa). Ahli Bahasa berkata
: Al Khoti’ dengan hamzah artinya orang yang durhaka yang berdosa.
Di dalam Hadis ini Nampak jelas haramnya menimbun.
Sahabat-sahabatku berkata : Menimbun yang diharamkan adalah secara khusus
menimbun barang-barang kebutuhan pokok. Yaitu dia membeli makanan pada
waktu harga mahal untuk dijual, lalu dia tidak menjualnya langsung, namun
menyimpannya supaya harga bertambah mahal. Maka adapun ketika datang dari
kampungnya, atau dia membeli barang diwaktu murah dan menyimpannya, atau
membelinya diwaktu mahal untuk kebutuhan makanannya, atau dia membelinya untuk
dijual pada waktu itu, maka hal itu tidak termasuk menimbun dan tidak ada
keharaman di dalamnya. Adapun selain kebutuhan pokok maka tidak di haramkan di
dalam menimbunnya dalam setiap keadaan, ini merupakan penjelasan terperinci
madzhab kami. Para ulama berkata : hikmah dalam pengharaman ihtikar adalah
menolak kemadhorotan dari kehidupan masyarakat umum. Sebagaimana para ulama
bersepakat, jika seseorang memiliki makanan, dan manusia sangat terdesak
membutuhkannya dan tidak menemukan selainnya, maka orang tersebut harus dipaksa
untuk menjualnya, hal itu untuk menolak timbulnya kemadhorotan pada masyarakat
luas. Adapun apa yang dituturkan di dalam kitab ini dari Sa’id ibn Musayyab dan
Ma’mar yaitu rawi hadis ini bahwa keduanya menimbun, maka Ibnu Abdil Barr dan
yang lain berkata : sesungguhnya keduanya hanya menimbun
minyak, dan keduanya membawa pengertian hadis atas penimbunan
makanan pokok ketika dibutuhkan dan harga mahal. Demikian pula pengertian yang
di bawa oleh As Syafi’I, Abu Hanifah dan yang lain dan itu benar.”
Al Hafidz Abi Tottib Muhammad Syamsul Haq Al ‘adzim Abadi menjelaskan di dalam kitab “’Aunul Ma’bud”.
: “..Al Khitabi berkata : Hadis ini menunjukan atas sesuatu yang dilarang
adalah suatu jenis barang. Dan tidak boleh atas Sa’id bin Musayyab dalam
keutamaan dan ilmunya meriwayatkan dari Nabi SAW sebuah hadis lalu
menyelisihinya dengan berhadapan langsung, beliau adalah sahabat yang lebih
sedikit dibolehkannya dan lebih jauh kedudukannya.
Manusia berbeda pendapat dalam hal menimbun barang. Imam Malik dan
As Tsauri Memakruhkan dalam makanan dan yang lain yang berupa bentuk barang
dagangan. Malik berkata : Dilarang menimbun pohon rami, wol, minyak dan
segala sesuatu yang sangat dibutuhkan di pasaran, kecuali beliau
berkata : Buah-buahan tidak termasuk barang yang dilarang ditimbun. Imam Ahmad Bin
Hambal berkata ; Tidak disebut menimbun kecuali secara khusus dalam hal makanan,
karena itu merupakan makanan pokok manusia. Dan belaiu berkata : menimbun hanya
ada semisal di Makkah, Madinah dan As Tsughur dan beliau memisakan antara
keduanya dengan Bagdhad dan Basyrah. Beliau berkata : dan perahu-perahu lewat
ditengah-tengahnya. Ahmad berkata : ketika seseorang memasukkan makanan dari
produsennya kemudian ia menahannya, maka itu tidak termasuk menimbun. Jadi yang
disebut Muhtakir adalah hanya orang yang mengganggu pasar orang-orang muslim. Beliau
berkata : tindakan Ma’mar dan Ibnu Musayyab dalam menimbun di takwilkan seperti
pengertian yang di bahas oleh Ahmad bin Hambal. Wallahu a’lam.
“…..As Saukani berkata : dzahir hadis menunjukan bahwa menimbun
diharamkan dengan tanpa membedakan antara makanan pokok manusia dan hewan
ternak dan barang-barang lain. Ulama-ulama Sayfi’I berkata :
sesungguhnya yang diharamkan hanya khusus menimbun makanan pokok tidak yang
lain dan juga tidak termasuk menimbun untuk mencukupi kebutuhan. Ibnu Ruslan
berkata di dalam Syarah As Sunan : tidak ada perbedaan dalam hal barang yang
ditimbun oleh manusia berupa makanan pokok dan apa yang dibutuhan manusia
seperti mentega, madu dan lain-lain, hal itu dibolehkan tidak apa-apa….”
As Subki berkata : yang patut dikatakan dalam hal ini adalah : jika
dia menghalangi orang lain membeli dan menyebabkan kesengsaraan maka hal itu
diharamkan. Namun jika harga-harga murah dan barang yang dibeli tidak dibutuhkan
manusia, maka melarang membeli dan menyimpannya sampai waktu manusia
membutuhkannya tidak memiliki makna apa-apa. Adapun menahan barang ketika
penduduk negeri tidak membutuhkannya demi untuk menjual lagi ketika manusia
membutuhkannya maka sebaiknya tidak dimakruhkan namun justru dianjurkan. Jadi kesimpulannya adalah ketika adanya kemadhorotan bagi
ummat, tidak diharamkan menimbun kecuali atas dasar membuat kemadhorotan bagi
kehidupan masyarakat, hal itu sama dalam komoditas makanan pokok atau yang
lain, karena semua akan menyebabkan kemadhorotan mereka.” Wallahua’lam.
Untuk lebih mendalami secara terperinci Berkenaan hukum menimbun Imam
An Nawawi/As Subki menjelaskan di dalam Al majmu’ Syarah Muhadzab :
قال المصنف رحمه الله تعالى :(فصل) ويحرم الاحتكار في الاقوات، وهو أن يبتاع في وقت الغلاء ويمسكه ليزداد في
ثمنه.ومن أصحابنا من قال: يكره ولا يحرم، وليس بشئ.
لما روى عمر رضى الله عنه قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم " الجالب مرزوق والمحتكر ملعون " وروى معمر العدوى قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " لا يحتكر الا خاطئ " فدل على أنه حرام.
فأما إذا ابتاع في وقت الرخص أو جاءه من ضيعته
طعام فأمسكه ليبيعه إذا غلا فلا يحرم ذلك لانه في معنى الجالب
وقد روى عمر رضى الله عنه أن النبي صلى الله
عليه وسلم قال " الجالب مرزوق والمحتكر ملعون " وروى أبو الزناد قال: قلت
لسعيد بن المسيب: بلغني عنك أنك قلت ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال.
لا يحتكر بالمدينة الا خاطئ، وأنت تحتكر ؟
قال ليس هذا الذى قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انما قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم أن يأتي الرجل السلعة عند غلائها فيغالى بها، فأما أن يأتي الشئ وقد اتضع فيشتريه،
ثم يضعه فإن احتاج الناس إليه أخرجه، فذلك خير وأما غير الاقوات فيجوز احتكاره، لما
روى أبو أمامة رضى الله عنه قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يحتكر الطعام،
فدل على أن غيره يجوز، ولانه لا ضرر في احتكار غير الاقوات فلم يمنع منه
)الشرح)
أما فصل الاحتكار فحديث عمر رضى الله عنه، رواه ابن ماجه بلفظ " سمعت رسول الله
صلى الله عليه وسلم يقول من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه الله بالجذام والافلاس
" وفى اسناده الهيثم بن رافع، قال أبو داود روى حديثا منكرا قال الحافظ الذهبي:
هو الذى خرجه ابن ماجه، يعنى هذا، وفى اسناده أيضا أبويحيى المكى، وهو مجهول.
وللحديث شواهد أخرى أقوى منه وأصح، كحديث سعيد بن المسيب
عن معمر بن عبد الله العدوى " أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا يحتكر إلا خاطئ
" رواه أحمد ومسلم وأبو داود والترمذي وغيرهم.
وحديث معقل بن يسار قال " قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: من دخل في شئ من أسعار المسلمين ليغليه عليهم كان حقا على الله أن يقعده
بعظم من النار يوم القيامة رواه أحمد والطبراني في معجميه الكبير والاوسط، وفى إسناده
زيد بن مرة أبو المعلى، قال في مجمع الزوائد: ولم أجد من ترجمه وبقية رجاله رجال الصحيح.
وحديث أبى هريرة قال " قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: من احتكر حكرة يريد أن يغلى بها على المسلمين هو خاطئ " رواه أحمد
والحاكم وزاد " وقد برئت منه ذمة الله " وفى إسناده أبو معشر، وهو ضعيف،
وقد وثقه بعضهم.
وحديث ابن عمر مرفوعا " الجالب مرزوق، والمحتكر
ملعون " رواه ابن ماجه والحاكم وإسحاق بن راهويه والدارمى وأبو يعلى والعقيلي
في الضعفاء وضعف إسناده الحافظ ابن حجر.
ومنها حديث آخر عند ابن عمر عند أحمد والحاكم وابن أبى
شيبة والبزار وأبى يعلى بلفظ " من احتكر الطعام أربعين ليلة فقد برئ من الله وبرئ
الله منه " زاد الحاكم " وأيما أهل عرصة أصبح فيهم امرؤ جائع فقد برئت منهم
ذمة الله " وفى إسناده أصبغ بن زيد وكثير بن مرة، والاول مختلف فيه والثانى قال
ابن حزم إنه مجهول، وقال غيره: معروف، ووثقه ابن سعد، وروى عنه جماعة، واحتج به النسائي. قال الحافظ ابن
حجر: ووهم ابن الجوزى فأخرج هذا الحديث في الموضوعات وحكى ابن أبى حاتم عن أبيه أنه
منكر اه.
أما أحكام الفصل: فهذه الاحاديث بمجموعها
لا شك أنها تنتهض حجة للاستدلال على عدم جواز الاحتكار لو فرض عدم ثبوت شئ منها، وأخذت
بمجموعها، فكيف وحديث معمر المذكور في صحيح مسلم، والتصريح بأن المحتكر خاطئ كاف في
إفادة عدم الجواز، لان الخاطئ هو المذنب العاصى وهو فاعل من خطئ من باب علم
إذا أثم في فعله قاله أبو عبيدة وقال: سمعت الازهرى يقول: خطئ إذا تعمد، وأخطأ إذا
لم يتعمد.
قال الاصحاب من الشافعية: إن المحرم إنما هو احتكار
الاقوات خاصة لا غيرها، ولا مقدار
الكفاية منها، وإلى ذلك ذهب الزيدية أيضا.
وذهب الشوكاني إلى أن الاحاديث ظاهرها يحرم الاحتكار
من غير فرق بين قوت الآدمى والدواب، وبين غيره، والتصريح (بالطعام) في بعض الروايات
لا يصلح لتقييد بقية الروايات المطلقة، ويمكن الرد عليه بأن المقرر في قواعد الاصول
أن المطلق يحمل على المقيد وأن العام يحمل على الخاص الا أن الشوكاني يخرج من هذا المأزق
بقوله انه من باب التنصيص على فرد من الافراد التى يطلق عليها المطلق، وذلك لان نفى
الحكم عن غير الطعام انما هو لمفهوم اللقب، وهو غير معمول به عند الجمهور، وما كان
كذلك لا يصلح للتقييد على ما تقرر في الاصول أيضا.
ويفرق العلماء بين الاحتكار والادخار، فالاحتكار اختزان
السلعة وحبسها عن طلابها حتى يتحكم المختزن في رفع سعرها لقلة المعروض منه أو انعدامه،
فيتسنى له أن يغليها حسبما يشاء وهذا حرام بالاجماع في ضرورات الحياة.
مكروه في كمالياتها. ويمكن أن يلحق بالاقوات ما يترتب على
احتكاره من تلف وهلاك يصيب الناس، كاحتكار الثياب في وقت البرد الشديد مع حاجة الناس
إليه، وحبس وسائل النقل للجند في ابان الجهاد لما في ذلك من اضعاف لقوة المسلمين واتاحة
الفرصة لتفوق العدو عليهم وغلبته. أما الادخار فقد
قال ابن رسلان في شرح السنن ولا خلاف في أن ما يدخره الانسان من قوت وما يحتاجون إليه
من سمن وعسل وغير ذلك جائز لا بأس به اه.
ويقول الشوكاني نقلا عن أئمة الشافعية: انما المحرم
هو احتكار الاقوات خاصة لا غيرها ولا مقدار الكفاية منها، ويدل على ذلك ما ثبت أن النبي
صلى الله عليه وسلم كان يعطى كل واحدة من زوجاته مائة وسق من خيبر.
قال ابن رسلان في شرح السنن: وقد كان رسول الله صلى
عليه وسلم يدخر لاهله قوت سنتهم من تمر وغيره.
قال أبو داود: قيل لسعيد - يعنى ابن المسيب - فإنك تحتكر.قال
ومعمر كان يحتكر.وكذا في صحيح مسلم: قال ابن عبد البر وآخرون: إنما كانا - يعنى ابن
المسيب ومعمرا - يحتكران الزيت، وحملا الحديث على احتكار القوت عند الحاجة إليه.وكذلك
حمله الشافعي وأبو حنيفة وآخرون.
قال الشوكاني: ويدل على اعتبار الحاجة وقصد إغلاء السعر
على المسلمين قوله في حديث معقل " من دخل في شئ من أسعار المسلمين ليغليه عليهم
" وقوله في حديث أبى هريرة " يريد أن يغلى بها على المسلمين " قال أبو
داود: سألت أحمد بن حنبل ما الحكرة.قال ما فيه عيش الناس، أي حياتهم وقوتهم.
وقال الاثرم: سمعت أبا عبد الله - يعنى أحمد بن حنبل
- يسئل عن أي شئ الاحتكار، فقال إذا كان من قوت الناس فهو الذى يكره. وهذا قول عمر وقال
الاوزاعي، المحتكر من يعترض السوق، أي ينصب نفسه للتردد إلى الاسواق ليشترى منها الطعام
الذى يحتاجون إليه ليحتكره.
قال السبكى " الذى ينبغى أن يقال في ذلك أنه إن
منع غيره من الشراء وحصل به ضيق حرم.
وإن كانت الاسعار رخيصة وكان القدر الذى يشتريه لا حاجة
بالناس إليه فليس لمنعه من شرائه وادخاره إلى وقت حاجة الناس إليه معنى " قال
القاضى حسين والرويانى " وربما يكون هذا حسنة لانه ينفع به الناس " وقطع
المحاملى في المقنع باستحبابه.
قال أصحاب الشافعي " الاولى بيع الفاضل عن الكفاية
" قال السبكى " أما إمساكه حالة استغناء أهل
البلد عنه رغبة في أن يبيعه إليهم وقت حاجتهم إليه فينبغي أن لا يكره، بل يستحب. قال الشوكاني
" والحاصل أن العلة إذا كانت هي الاضرار بالمسلمين لم يحرم الاحتكار الا على وجه
يضر بهم، ويستوى في ذلك القوت وغيره لانهم يتضررون بالجميع "
وقال الغزالي في الاحياء " ما ليس بقوت ولا معين
عليه فلا يتعدى النهى إليه وان كان مطعوما
وما يعين على القوت كاللحم والفواكه وما يسد مسد شئ من القوت في بعض الاحوال، وان كان
لا يمكن المداومة عليه فهو في محل النظر فمن العلماء من طرد التحريم في السمن والعسل
والشيرج والجبن والزيت وما يجرى مجراه.
وقال السبكى " إذا كان في وقت قحط كان في ادخار
العسل والسمن والشيرج وأمثالها اضرار، فينبغي أن يقضى بتحريمه، وإذا لم يكن اضرار فلا
يخلو احتكار الاقوات عن كراهة.
وقال القاضى حسين " إذا كان الناس يحتاجون الثياب
ونحوها لشدة البرد أو لستر العورة فكره لمن عنده ذلك امساكه " قال السبكى
" ان أراد كراهة تحريم فظاهر، وان أراد كراهة تنزيه فبعيد.
وحكى أبو داود عن قتادة أنه قال " ليس في التمر
حكرة " وحكى أيضا عن سفيان أنه سئل عن كبس القت فقال " كانوا يكرهون الحكرة
" والكبس بفتح الكاف واسكان الباء الموحدة، والقت بفتح القاف وتشديد التاء الفوقية،
وهو اليابس من القضب.
قال الطيبى " ان التقييد بالاربعين يشير إلى حديث
ادخار الطعام أربعين يوما، اليوم غير مراد به التحديد " قال الشوكاني " ولم
أجد من ذهب إلى العمل بهذا العدد "
ونختم هذا الفصل بما أورد الامام النووي رضى الله عنه
في شرحه لصحيح مسلم عند حديث
معمر بن عبد الله مرفوعا " من احتكر فهو خاطئ " قال النووي قال اهل اللغة
" الخاطئ بالهمز هو العاصى الآثم " وهذا الحديث صريح في تحريم الاحتكار في
الاقوات خاصة، وهو أن يشترى الطعام في وقت الغلاء للتجارة ولا يبيعه في الحال بل يدخره
ليغلو ثمنه.فأما إذا جاءه من قريته أو اشتراه في وقت الرخص وادخره، أو ابتاعه في وقت
الغلاء لحاجته إلى أكله، أو ابتاعه ليبيعه في وقته فليس باحتكار ولا تحريم فيه. قال وأما غير الاقوات
فلا يحرم الاحتكار فيه بكل حال، هذا تفصيل مذهبنا قال العلماء " والحكمة في تحريم
الاحتكار دفع الضرر عن عامة الناس، كما أجمع العلماء على أنه لو كان عند انسان طعام
واضطر الناس إليه ولم يجدوا غيره أجبر على بيعه دفعا للضرر عن الناس. وأما
ما ذكر في الكتاب - يعنى في صحيح مسلم - عن سعيد بن المسيب ومعمر راوي الحديث أنهما
كانا يحتكران، فقال ابن عبد البر وآخرون: إنما كانا يحتكران الزيت، وحملا الحديث على
احتكار القوت عند الحاجة إليه والغلاء، وكذا حمله الشافعي وأبو حنيفة وآخرون. وهو الصحيح والله
تعالى أعلم
المجموع شرح المهذب -
(13 /4944-)
Redaksi yang ada di dalam Takmilah Al Majmu adalah ditulis oleh
Syaikh Muhammad Najib Al Muthi’I yaitu takmilah yang kedua setelah as Subki, berbeda
dengan apa yang ada di dalam Takmilah Al Majmu’ yang di sunsun oleh 8 Doktor
Yaitu : Syaikh “Adil Ahmad Abdul Maujud, DR. Majdi Surur Bassallum, DR.Ahmad
Isa Al Ma’sarawi, DR. Ahmad Muhammad Adbul Al, DR. Husayn Abdurrahman Ahmad,
DR. Badawi Ali Muhammad Sayyid, DR. Muhammad Ahmad Abdullah, DR. Ibrahim
Muhammad Abdul Baqi’ terbitan DKI tahun 2007 jilid 13 halaman 82-86. Kalau saya
teliti Takmilah ini menjelaskan apa yang belum dijelaskan dalam Takmilah al
Majmu’ yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Najib Al Muthi’I. Mudah-mudahan dalam
kesempatan lain bisa ditampilkan.
Oleh : M. Muallif
25/03/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar