Salah Satu Kaya beliau yang sangat terkenal adalah berjudul “As-Sunnah Wa makânatuhâ Fî At Tasyrî’”.
Disertasi beliau dengan predikat Summa Cumlaude Di Al Azhar. Karya beliau ini
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul “Sunnah dan Peranannya Dalam
Penetapan Hukum Islam ; Sebuah Pembelaan Kaum Sunni “ Oleh DR. Nurcholish
Madjid dengan tanpa mencakup seluruh isi sesuai Kitab aslinya dengan beberapa pemotongan yang dianggap tidak perlu menurut Cak Nur.
Karya beliau Merupakan Tanggapan terhadap pemikiran Ahmad Amin dalam Kitab Fajrul Islam, Wa Dhuhauhu wa Dzuhuruhu dan pemikiran Mahmud Abu Rayyah (w. 1970 M) dalam karyanya, "Adlwa’ ‘Ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah . Meraka adalah Tokoh yang banyak mengikuti pemikiran orientalis dalam meragukan Kehujjahan as Sunnah.
Dan anehnya pemikiran mereka juga di jadikan Hujjah Oleh kaum Syiah ( baca saja Blog Syiah Imamiyah http://syiahali.wordpress.com/2012/01/10/abu-hurairah-mantan-yahudi-memeluk-agama-islam-setelah-perang-khaibar-tahun-ke-7-hijriah-dan-hanya-beberapa-tahun-bersama-nabi-tapi-bisa-meriwatkan-hadist-begitu-banyak-melebihi-sahabat-awal-nabi-ini/) untuk menghujat sahabat khusunya Abu Hurairah.
Padahal Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang diberikan keberkahan oleh Allah SWT. meskipun kebersamaan dengan Rasulullah SAW dalam waktu singkat, namun beliau diberi keberkahan di sisa usianya dalam Islam sehingga mampu menggantikan banyak hal yang terlewatkan. beliau tidak hanya menerima riwayat dari Rasulullah SAw saja, namun juga dari para sahabat senior yang ditemuinya seperti Abu Bakar, Umar, Ubay bin Kaab, usamah bin Zaid, ummul Mukminin Siti Aisyah dan sahabat-sahabat yang lain, dan beliau diberikan umur yang panjang sehingga banyak meriwayatkan hadis.
memang ada strategi licik para orientalis dan musuh-musuh Islam yaitu dengan menghancurkan kredibilitas salah satu sahabat yang banyak merwayatkan hadis maka pasti hadis itu tidak akan di pakai lagi. dan ini diikuti oleh kelompok Syi'ah. Na'udzubillah.
Padahal kaum Syiah adalah kaum yang paling banyak memalsukan hadis, misanya memalsukan hadis-hadis tentang Sahabat Ali RA dan Ahlul Bait, Juga hadis-hadis yang isinya mencaci maki sahabat khusunya abu bakar dan Umar. Karena sebagian hadis diriwayatkan dari sahabat maka akhrrnya kaum syiah banyak menolak hadis yg diriwayatkan oleh mayoritas sahabat nabi SAW, memang sudah menjadi karater Syiah Gholath, hadis yang bukan dari kelompok mereka tidak akan diterima kecuali yang mendukung akidah mereka yang sesat, namun untuk menghantam Ahlussunnah mereka menggunakan hadis yang diriwayatkan Ahlussunah.
Kaum Syiah (Rafidzoh) juga disebutkan di dalam bukunya DR. Mustafa, Kaum Rafidhah adalah kelompok yang paling banyak berdusta. Malik pernah ditanya tentang Rafidzoh, "jangan ajak mereka bicara dan jangan mengambil riwayat dari mereka, karena mereka bohong semua..... dan seterusnnya (anda bisa baca bukunya).".
Namun selain dirasa menyesatkan ternyata ide dan pemikiran mereka mampu membuka mata dan menggerakkan para cendikiawan muslim untuk melakukan pembelaan atas fakta sebenarnya yang sering kali disamarkan oleh para orientalis, meskipun pada akhirnya tidak dapat dipungkiri pula banyak yang ikut terjebak dalam keraguan yang mereka tawarkan.
Di antaranya Cendekiawan Muslim yang gigih membela as Sunnah adalah DR. Musthofa al Siba’I, beliau Lahir Tahun 1915 dan Wafat Pada hari Sabtu, 3 Oktober 1964, bertepatan dengan 27 Jumadil Ula 1384 H, Beliau menempuh pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir. mengambil spesialisasi fikih, selanjutnya ke Usuluddin, dan meraih ijazah dengan predikat yang memuaskan. Di universitas yang sama ia melanjutkan program Doktoralnya. Pada tahun 1949 ia dapat meraih gelar Doktor di bidang Syariah Islamiyah dengan predikat summa cumlaude. Disertasinya berjudul “As-Sunnah Wa makânatuhâ Fî At Tasyrî’”.
Karya beliau Merupakan Tanggapan terhadap pemikiran Ahmad Amin dalam Kitab Fajrul Islam, Wa Dhuhauhu wa Dzuhuruhu dan pemikiran Mahmud Abu Rayyah (w. 1970 M) dalam karyanya, "Adlwa’ ‘Ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah . Meraka adalah Tokoh yang banyak mengikuti pemikiran orientalis dalam meragukan Kehujjahan as Sunnah.
Dan anehnya pemikiran mereka juga di jadikan Hujjah Oleh kaum Syiah ( baca saja Blog Syiah Imamiyah http://syiahali.wordpress.com/2012/01/10/abu-hurairah-mantan-yahudi-memeluk-agama-islam-setelah-perang-khaibar-tahun-ke-7-hijriah-dan-hanya-beberapa-tahun-bersama-nabi-tapi-bisa-meriwatkan-hadist-begitu-banyak-melebihi-sahabat-awal-nabi-ini/) untuk menghujat sahabat khusunya Abu Hurairah.
Padahal Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang diberikan keberkahan oleh Allah SWT. meskipun kebersamaan dengan Rasulullah SAW dalam waktu singkat, namun beliau diberi keberkahan di sisa usianya dalam Islam sehingga mampu menggantikan banyak hal yang terlewatkan. beliau tidak hanya menerima riwayat dari Rasulullah SAw saja, namun juga dari para sahabat senior yang ditemuinya seperti Abu Bakar, Umar, Ubay bin Kaab, usamah bin Zaid, ummul Mukminin Siti Aisyah dan sahabat-sahabat yang lain, dan beliau diberikan umur yang panjang sehingga banyak meriwayatkan hadis.
memang ada strategi licik para orientalis dan musuh-musuh Islam yaitu dengan menghancurkan kredibilitas salah satu sahabat yang banyak merwayatkan hadis maka pasti hadis itu tidak akan di pakai lagi. dan ini diikuti oleh kelompok Syi'ah. Na'udzubillah.
Padahal kaum Syiah adalah kaum yang paling banyak memalsukan hadis, misanya memalsukan hadis-hadis tentang Sahabat Ali RA dan Ahlul Bait, Juga hadis-hadis yang isinya mencaci maki sahabat khusunya abu bakar dan Umar. Karena sebagian hadis diriwayatkan dari sahabat maka akhrrnya kaum syiah banyak menolak hadis yg diriwayatkan oleh mayoritas sahabat nabi SAW, memang sudah menjadi karater Syiah Gholath, hadis yang bukan dari kelompok mereka tidak akan diterima kecuali yang mendukung akidah mereka yang sesat, namun untuk menghantam Ahlussunnah mereka menggunakan hadis yang diriwayatkan Ahlussunah.
Kaum Syiah (Rafidzoh) juga disebutkan di dalam bukunya DR. Mustafa, Kaum Rafidhah adalah kelompok yang paling banyak berdusta. Malik pernah ditanya tentang Rafidzoh, "jangan ajak mereka bicara dan jangan mengambil riwayat dari mereka, karena mereka bohong semua..... dan seterusnnya (anda bisa baca bukunya).".
Namun selain dirasa menyesatkan ternyata ide dan pemikiran mereka mampu membuka mata dan menggerakkan para cendikiawan muslim untuk melakukan pembelaan atas fakta sebenarnya yang sering kali disamarkan oleh para orientalis, meskipun pada akhirnya tidak dapat dipungkiri pula banyak yang ikut terjebak dalam keraguan yang mereka tawarkan.
Di antaranya Cendekiawan Muslim yang gigih membela as Sunnah adalah DR. Musthofa al Siba’I, beliau Lahir Tahun 1915 dan Wafat Pada hari Sabtu, 3 Oktober 1964, bertepatan dengan 27 Jumadil Ula 1384 H, Beliau menempuh pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir. mengambil spesialisasi fikih, selanjutnya ke Usuluddin, dan meraih ijazah dengan predikat yang memuaskan. Di universitas yang sama ia melanjutkan program Doktoralnya. Pada tahun 1949 ia dapat meraih gelar Doktor di bidang Syariah Islamiyah dengan predikat summa cumlaude. Disertasinya berjudul “As-Sunnah Wa makânatuhâ Fî At Tasyrî’”.
Biografi Beliau :
Mutiara Melahirkan Mutiara
Tahun 1915, kota Hims di daratan Syam menjadi
saksi lahirnya sosok bayi mungil yang kelak ternyata menjadi sosok besar yang
disegani. Musthafa bin Husni As-Siba`i, begitu nama lengkapnya. Ia tumbuh di
tengah keluarga yang agamis. Ayah dan kakeknya adalah khatib kondang di mesjid
terkenal di kota Hims.
Ia amat terwarnai oleh sosok sang ayah, Syeikh
Husni As-Siba`i. Seorang ulama yang gigih menantang kaum imperialis. Musthafa
As-Siba`i pun kerap mengikuti pengajian yang dibawakan oleh ayahnya. Pengajian
ini diikuti oleh ulama-ulama Suriah waktu itu. Seperti, Thahir Ar-Rais, Said
Al-Maluhi, Faik Al-Atasi dan Raghib Al-Wafai. Suasana perjuangan inilah yang
membawa Siba`i menjadi sosok pejuang bertalenta tinggi.
Mengais Ilmu Sepanjang Hayat
Siba`i kecil melewati pendidikan pertama
dilingkungan keluarga. Ia menghafal Al-Quran dan mempelajari pondasi dasar
ilmu-ilmu Islam dibawah asuhan sang ayah. Setelah menyelesaikan sekolah formal
tingkat dasar dengan nilai yang memuaskan, ia melanjutkan ke sekolah tingkat
atas syariah.
Karena dorongan dari orang tuanya, Siba`i
meneruskan perjalanannya dalam mengais ilmu. Kala berusia delapan belas tahun,
ia meneruskan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Ia mengambil
spesialisasi fikih, selanjutnya ke Usuluddin, dan meraih ijazah dengan predikat
yang memuaskan. Di universitas yang sama ia melanjutkan program Doktoralnya.
Pada tahun 1949 ia dapat meraih gelar Doktor di bidang Syariah Islamiyah dengan
predikat summa cumlaude. Disertasinya berjudul “As-Sunnah Wa makânatuhâ Fî At
Tasyrî’”.
Tatkala menempuh pendidikan di Mesir ini, Skenario
ilahi berlaku. ia menjalin hubungan harmonis dengan Imam Hasan Al-Banna,
pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin. Keharmonisan itu terus berlanjut hingga
Siba`i pulang ke tanah airnya.
Pada tahun 1942, para dai-dai Suriah berkumpul dan
sepakat untuk berjuang di bawah bendera Ikwanul Muslimin. Tahun berikutnya para
dai dan ulama Suriah sepakat untuk mengangkat Siba`i sebagai pengawas umum
Ikwanul Muslimin untuk Suriah
Kiprahnya dalam dunia akademis tidak berhenti. Ia
dinobatkan sebagai guru besar di Fakultas Hukum Universitas Suriah pada tahun
1950. Siba`i pernah mengusulkan penyusunan ensiklopedia fikih yang ditampilkan
dalam format baru. Ensiklopedi tersebut sekarang masih digarap oleh para ulama
muslim dari seluruh dunia. Beliau pun berhasil memperjuangkan masuknya
pelajaran pendidikan Islam dalam kurikulum pendidikan Suriah. Disamping membuka
jurusan Syariah di Universitas Suriah (sekarang Universitas Damaskus).
Pada Tahun 1951, ia menghadiri muktamar Islam yang
diadakan di Pakistan. Pada saat itu ia bersua dengan ulama dari penjuru negeri
Islam. Tahun 1953, Siba`i dapat hadir dalam konfrensi Islam untuk pembebasan
Al-Quds yang diadakan di kota Al Quds. Konferensi ini dihadiri oleh perwakilan
Ikhwanul Muslimin dari seluruh negara Arab, juga para tokoh dunia Islam,
termasuk Dr. Muhammad Natsir dari Indonesia. Pada tahun berikutnya, 1954 Siba`i
tampil untuk mematahkan argumen kaum orientalis dan salibis dalam Mu’tamar
Islam dan Kristen di Libanon.
Perjuangan Tak Bertepi
Dari awal, sibai’ muda berbeda dengan
pemuda-pemuda kebanyakan. Kehidupan yang sulit dan keras, ditambah kekuatan
imperialis yang masih merongrong kemerdekaan tanah airnya, mempengaruhi
kepribadiaan dan pola berpikirnya. Sikap ksatria dan patriotik tertanam dalam
pribadinya.
Di usia yang masih sangat belia, ia telah berani
berkata lantang melawan kaum penjajah. Ia aktif dalam kegiatan merebut
kemerdekaan. Tidak heran, pada tahun 1931 di usianya yang baru menginjak angka
enam belas, Siba`i telah merasakan dinginnya dinding penjara untuk kali
pertama. Ia ditahan penjajah Perancis dengan tuduhan mengkoordinir penyebaran
selebaran yang mengkritik kebijakan Perancis.
Setelah bebas, perjuangan Siba`i tak pupus. Kali
kedua ia dijebloskan ke dalam penjara oleh pihak Perancis, akibat khutbah
jumatnya di Mesjid Raya Hims yang dianggap mengobarkan ruh jihad melawan
penjajah. Penentangannya terhadap penjajahan ia buktikan dengan memimpin
langsung perlawanan senjata pada tahun 1945.
Tatkala mengeyam pendidikan Al-Azhar. Ia bersama
para rekan-rekannya turut andil dalam unjuk rasa menentang penjajahan Inggris.
Akhirnya ia pun harus meringkuk dalam sel. Tiga bulan berlalu, ia dipindahkan
ke penjara Palestina selama empat bulan. Setelah itu ia dibebaskan dengan
jaminan. Ia tidak diperkenankan untuk kembali ke Mesir, karena dianggap pioner
gerakan anti Inggris.
Jihad Palestina
Pada tahun 1948, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
mengeluarkan sebuah keputusan busuk dengan membagi tanah Palestina menjadi dua
bagian: Palestina dan Yahudi. Resolusi ini membuat bangsa-bangsa Arab
memutuskan untuk menghadapi Yahudi dengan bahasa perang. Pada saaat itulah,
Siba`i maju dan mengajak bangsanya untuk membela keadilan dan kebenaran. Ia
memimpin bangsa Suriah melalui bagian selatan Suriah yang berbatasan dengan
Palestina. Ia memimpin langsung perlawanan dengan membawa pasukan Ikwanul
Muslimin Suriah. Ia terjun dengan semboyan ”Mati di jalan Allah adalah
cita-cita tertinggi kami”.
Sepulangnya dari Palestina, jihad Siba`i pun terus
berlanjut. Kali ini ia berjihad di Suriah dengan tulisan dan kata. Ia juga
membina generasi rabbani dengan semangat juang membumikan ajaran ilahi di muka
bumi.
Kiprah di Media Massa
Media massa merupakan salah satu jalan untuk
memperjuangkan keinginan dan idealisme. Hal itu dipahami betul oleh Siba`i.
Pada tahun 1947 ia menerbitkan surat kabar bernama “Al-Manâr”. Ia menjadikannya
sebagai sarana penyebaran nilai-nilai Islam, sekaligus menggugah pembaca untuk
mengerti akal bulus kaum imperialis. Surat kabar ini eksis selama dua tahun,
sebelum dibredel oleh penguasa pada tahun 1949.
Pada tahun 1955, Siba`i kembali menerbitkan satu
surat kabar mingguan yang bernama “Asy-Syihâb”, dan eksis hingga tahun 1958.
Setelah itu ia masih banyak menulis makalah seputar politik, sosiologi,
sejarah, dan pemikiran.
Pada tahun yang sama, 1955, ia dapat menerbitkan
majalah “Al-Muslimûn”. Ia dinobatkan sebagai pimred hingga tahun 1958. Dalam
perjalanannya, majalah ini berganti nama menjadi majalah “Hadhârah Al-Islâm.”
Ia mempunyai obsesi agar majalah ini dapat menjadi batu loncatan dan kawah
candradimuka untuk penggemblengan umat Islam berlandaskan Al-Quran dan Sunnah.
Mereka Bicara Tentangnya
Duta besar Yordania untuk Suriah, Dr. Muhammad
Shubhi, mengatakan: “Sesungguhnya ia (Siba`i) bak lautan. Siapapun bisa menimba
air darinya sesuka hati, tanpa mengurangi air itu.”
Syeikh Muhammad Husni An-Nadawi mengatakan: “Tak
ada yang memungkiri bahwa Dr. Musthafa Siba`i adalah guru besar gerakan Islam
dunia. Ia adalah seorang dai pilihan, serta ulama dari generasi gerakan awal.”
Sungguh ia adalah sosok pejuang besar yang melahirkan karya besar.
Karya-Karya Fenomenalnya
Sebagai seorang penulis produktif, Siba`i telah
menelurkan banyak karya. Diantara goresan tintanya adalah: As-sunnah wa
Makânatuha Fi At-tasyrî’, Al-mar’ah Bainal Fiqh wal Qanûn, Hakazâ ‘Allamatnî
Al-hayâh, As-sîrah An-nabawiyah Durûs wa ‘Ibar, Min Rawâi’i Hadâratinâ,
‘Uzhamâunâ Fi At-tarîkh, Ad-dîn wa Ad-daulah Fi Al-islâm, Al-isytisyrâq wa
Al-musytasyriqûn, Jihâdunâ Fi Falistîn, Manhajunâ Fi Al-islhâh, As-shîra’Bainal
Qalb wal `Aql, dan masih banyak lagi.
Perginya Reformis Hims
Pada hari Sabtu, 3 Oktober 1964, bertepatan dengan
27 Jumadil Ula 1384 H., dunia Islam berkabung. Pada usia empat puluh sembilah
tahun, tokoh besar itu menghadap rabb-nya abadi. Ia pergi setelah melalui
perjuangan dengan segudang jasa bagi umat Islam dunia. Semoga perjuangan dan
pengorbanannya dapat kita jadikan suri tauladan, agar kejayaan Islam dapat
kembali menyapa bumi. A’innâ yâ Rabb. http://dakwah.info/?p=73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar