Buku yang berjudul Pemikiran Modern Dalam Sunah : Pendekatan Ilmu
Hadis berasal dari petikan disertasi yang berjudul Pemikiran Ingkar Sunah di
Mesir Modern. Judul ini diperluas dibeberapa Negara meliputi India, Pakistan,
Mesir, Malaysia dan Indonesia, mengingat betapa perlunya informasi tentang
paham yang sama di beberapa Negara ini. Adalah merupakan karya DR. H. Abdul
Majid Khon, M.Ag, dalam bukunya beliau mengupas tuntas pemikiran modern dalam
sunah sampai keakar-akarnya, mulai dari ingkar sunah era klasik hingga era
modern sampai new modernism sunah, sejarah dan sebab-sebab timbulnya pengingkar
sunah di beberapa Negara, serta berbagai alasan dan argumentasi yang mereka
ajukan.
Buku tersebut juga melihat secara ilmiah pergulatan atau percaturan
antara modernis sunah yang sesungguhnya dan new modernism sunah yang sekedar
mencari popularitas.
Serta beliaupun memberikan beberapa kesimpulan. Tentang EKSISTENSI
INGKAR SUNNAH MODERN, bahwa Substansi ingkar sunnah modern (abad ke-19-21 M)
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemikiran inkar sunah klasik (masa Imam
Syafi’I abad ke-2 H/7M ) yakni sama-sama menolak kehujjahan sunah sebagi dasar
agama. Kedua ingkar sunah ini memiliki
tingkatan yang sama dalam penolakan sunah yakni adakalanya menolak sunah secara
keseluruhan (ingkar sunah mutlak), menolak sebagian sunah yang tidak semakna dengan al Qur’an (ingkar
sunnah Syibh kulli) dan menolak sunnah Ahad saja (ingkar sunah Juz’i). Dalam
pemikiran modern, ingkar sunah memiliki pengembangan baru dari segi formalitas
yakni sunah mudawwanah (sudah terkodifikasi) diartikan sunah formal tertulis
dalam beberapa buku induk hadis (ingkar sunah kulli). Sedang sunah tathbiqiyah
(sunah praktis) dimaksudkan pengamalan Nabi SAW secara tidak tercatat diterima
oleh mereka.
Pemikiran ingkar sunah modern yang terakhir yakni sunah formal
(ingkar sunah kulli) secara eksplisit dan khusus timbul dimesir bagi segelintir
kaum sarjana yang bukan dalam bidang sunah seperti Ahmad Shubhi Manshur dan
Muhammad Taufik Sidqi. Penolakan sunah secara mutlak yakni secara keseluruhan
baik praktis maupun formalistic tidak terbukti di Mesir kecuali pada Rasyad
Khalifah yang tinggal di Amerika Serikat pada 1980-an. Adapun pemikiran Mahmud
Abu Royyah dapat digolongkan pada ingkar sunah syibh kulli dan pemikiran Ahmad
Amin dan Musthafa Mahmud digolongkan pada ingkar sunnah juz’I yakni mengingkari
sunah yang tidak sesuai dengan logika.
Pemikiran ingkar sunah modern di India dan Pakistan pada mulanya tergolong
ingkar sunnah mutlak, seperti pemikiran Abdullah Jakralevi (w.1918 M/1336 H)
seorang pencetus Quraniyah yang mengajarkan shalat hanya tiga kali dalam sehari
semalam, mengingkari salam ketika izin masuk kerumah dan baginya tidak ada yang
membatalkan wudhu. Ahmad al Din (1861-1933 M), mengajarkan shalat hanya dua waktu
yakni shalat Fajar dan ‘Isya yang ketiga tidak wajib. Shalat boleh dikerjakan
empat raka’at atau dua raka’at dan tidak harus menghadap kiblat ka’bah. Namun belakangan
perkembangan shalat mereka telah menyesuaikan dengan muslim lain lima waktu dan
puasa pada bulan suci Ramadhan. Sayid Ahmad Khan mengingkari sunah yang
bertentangan dengan logika sedangkan Ciragh Ali lebih cenderung pada
pengingkaran sunah yang terkodifikasi.
Pemikiran ingkar sunah modern di Malaysia dan Indonesia sama pengingkarannya
secara mutlak. Yakni pengingkaran seluruh sunah baik yang terkodifikasi mauun
yang tidak terkodifikasi yakni sunah yang praktis maupun formalistis dan sunnah
mutawatir maupun sunah Ahad. Namun pengingkar sunah modern di Indonesia lebih
parah dan lebih berbahaya dibandingkan di beberapa Negara itu secara
keseluruhan. Karena disamping pengetahuan dasar-dasar agama mereka sangat tidak
berkualitas, pelecehan terhadap sunnah baik matan dan para perawinya termasuk
Bukari Muslim secara argon dan lebih tidak ilmiah.
Selain pengingkar sunah, mutlak masih dapat ditoleransi bagi seorang
mujtahid atau bagi seorang peneliti yang minimal menguasai ilmu dirayah dan
riwayah. Namun pengingkar sunah modern pada umumnya bukan ahli dalam bidang
ijtihad dan sunah, maka tidak ada alasan menolak sunah sebagai dasar Hukum
Islam baik sunah praktis maupun formalistis. Pengingkar sunnah mutlak
berbahaya, karena merobohkan sendi-sendi Agama Islam dan bahkan tidak beragama.
Modernisasi sunah menurut DR. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, juga diperlukan
sepanjang masa sebagaimana modernisasi al Qur’an dalam arti modernisasi
pemahaman ayat-ayat al Qur’an dan hadis tentang masalah-masalah sosial bukan
masalah akidah dan hukum. Interpretasi ayat dan hadis sosial selalu berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga Islam selalu
relefan sepanjang zaman dan tempat. Dikalangan umat Islam dalam perkembangannya
terdapat dua modernis sunah. Pertama modernisasi yang dilakukan oleh para ulama
yang ahli dalam bidangnya dan pada wilayah hadis sosial. Kedua, modernisasi
sunah sebagi slogan untuk mencari popularitas. Modernisasi kedua ini dilakukan
oleh sebagian orang yang mengaku sebagai cendekiawan dan ilmuwan tetapi bukan
ahli dalam bidang agama atau bukan ahli dalam bidang hadis yang dalam buku
beliau disebut dengan new modernism sunah atau ingkar sunnah.
Demikian hasil pembacaan dari buku beliau, mudah-mudahan menambah wawasan
dan pengetahuan.
Ciputat, 18/05/12
Oleh : Al Faqir Ila Rahmatillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar