Bersinggungan dengan Hizbut Tahrir merupakan sesuatu yang tidak
begitu asing, dari dulu saya sudah banyak berkenalan dengan teman-teman dari
hizbut Tahrir, pernah di ajak untuk ikut gabung dalam demontrasi menentang
Invasi Amerika terhadap Irak kebetulan juga bersamaan dengan Hari Mukti, mantan
roker yang sekarang jadi muballigh. Pernah juga di ajak untuk ikut serta dalam
halaqahnya namun saya kurang begitu tertarik karena saya lebih focus untuk
penyelesaian kuliah, namun sering kita berdiskusi dan juga berdialog dengan
teman-teman mengenai HT dan konsep pemikirannya.
Buku-buku yang mengupas dan menyoroti tentang sepak terjang HT juga
banyak saya kaji dari mulai “Meluruskan Radikalisme Islam karya DR. Ali
Syu’aibi, kemudian “ Arus Baru Islam Radikal ; Transmisi Revivalisme Islam
Timur Tengah ke Indonesia Karya M. Imdadun Rahmat, dan juga buku “Gerakan
Salafi Radikal di Indonesia disunting oleh Jamhari & Jajang Jahroni yang
juga sebagian membahas sepak terjang HT.
Melihat bukunya Dr. Aniru Rafiq Al amin yang berjudul
“membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut
Tahrir Di Indonesia” , yang merupakan disertasi beliau dalam program S3 nya di
IAIN Sunan Ampel Surabaya, Saya agak tertarik karena penulisnya termasuk salah
satu mantan anggota HTI, pemikirannya begitu kritis terhadap konsep Khilafah
yang di gaungkan HTI sebagai bahan kajian dan juga uji pemikiran apakah konsep
khilafah merupakan konsep yang punya landasan kokoh baik secara Filosofis,
Normatif dan juga historis atau hanya sebatas ilusi dan pepesan kosong
sebagaimana yang dituduhkan kalangan liberal selama ini, atau merupakan konsep
yang masih mentah atau prematur.
Konsep Prematur Khilafah, judul itu sengaja saya buat setelah membaca
buku beliau. Kesimpulan dari hasil kajiannya adalah bahwa Menegakkan khilafah
menurut Hizbut Tahriri adalah Wajib, kejiban tersebut adalah bagi seluruh Ummat
Islam, wajibnya bukan hanya fardhu kifayah namun fardhu ‘Ain dalam kondisi
belum berdirinya khilafah. Kewajiban tersebut berdasarkan landasan filosofis dimana
merupakan implikasi dari konsep kesempurnaan Islam (Kaffah). Adapun landasan
Normatifnya adalah pertama al Qur’an seperti surat 5 ayat 48-49. Dan kedua
adalah Hadis Nabi di antaranya riwayat Imam Muslim yang menjelaskan tentang ba’iat
dan ancaman bagi yang tidak pernah berbai’at dengan meninggal dalam status jahiliyah.
Disamping landasan normatifnya yaiitu ijma’ sahabat. Kemudian yang ketiga
adalah landasan Historis. Walaupun tarikh tidak dapat dijadikan landasan hukum
menurut HT, namun menurut mereka Khilafah bukanlah sekedar ide atau angan-angan
belaka, namun pernah tegak berdiri di atas bumi. Tidak hanya dalam hitungan
tahun namun sudah berabad-abad.
Walaupun system khilafah bersifat manusiawi, namun eksistensinya
haram diganti dengan system politik sekuler lainnya. Namun kalau dicermati
struktur khilafah dan kewenangannya dari dulu hingga saat ini selalu
berubah-ubah. Faktanya nabi tidak memberikan acuan yang baku. Begitu pula dalam
kitab-kitab rujukan HT juga selalu ada perubahan.
Tentang konsep bai’at juga perlu dicermati karena bisa memunculkan
rekayasa dan kamuflase oleh individu yang berpengaruh. Karena bai’at sebagai
satu-satunya cara yang sah dalam pengangkatan khalifah, dapat diiringi dengan
model yang beragam. Tentang kewenangan khalifah yang sangat luas dan masa
jabatannya yang seumur hidup, serta kewajiban umat Islam untuk taat kepada
khaifah secara total tanpa reserve. Sehingga walaupun khalifah melakukan pelanggaran
rakyat hanya boleh mengoreksi namun tidak boleh memakzulkan. Begitu pula
jabatan hakim madzalim yang salah satu wewenangnya adalah dapat memakzulkan
khalifah ternyata di angkat juga oleh khalifah, ini merupakan alur penalaran
yang berputar-putar atau mbulet.
Kalau dikaji secara kritis maka khilafah model HT berpotensi
bermetamorfosis menjadi system politik semi absolut-autokratik. Khilafah juga
menurut Ainur Rafiq meredusir keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia.
Ciputat, 18 Juni 2012
Muhammad Muallif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar